Translate

Monday, November 26, 2012

Hampa

Sebenarnya saya membuka laptop ini dengan niat awal untuk membuat artikel untuk di posting pada blog sebelah. Tapi dengan segera saya menyadari kalau kondisi hati saya sedang tidak bisa diajak berkompromi untuk melakukannya.

Tidak ada hal menyakitkan yang saya alami baru-baru ini. Tidak ada hal yang menyedihkan. Semuanya begitu sempurna. Jalan hidup yang sangat tertata. Mungkin bahkan ada orang yang menginginkan tempat saya pada saat ini.

Sungguh saya bukannya tidak ingin bersyukur. Saya hanya merindukan suatu masa ketika saya memiliki mereka. Ketika melakukan hal tolol bersama-sama akan dianggap lucu, dan bukannya bodoh. Masa yang pada waktu itu, dalam benak saya, saya ingin menjadi diri saya saat ini.

Diri saya saat ini adalah gambaran dari apa yang saya inginkan pada masa-masa muda silam. Tapi segalanya terasa begitu hampa....

Akankah saya menemukan bayangan diri saya dengan tawa selebar dahulu? Akankah saya berbesar hati menerima bahwa segala cita-cita saya terwujud namun saya tidak memenangkan pertaruhan?

Kamu menang. Berbahagialah.

Tuesday, November 20, 2012

Resah Mikir Hari Depan

Ini hanyalah sepercik obrolan saya dengan teman saya. Mungkin nggak menarik, tapi sungguh bikin hati saya galau. Sebenarnya yang kita obrolkan saat itu adalah mengenai korupsi, PMA, dan BP migas, yang mana saya tidak tertarik menuliskannya. Tapi kemudian menyerempet pada bagaimana cara kita menjalani kehidupan.

Terkadang ada kalanya hati kita tiba-tiba resah soal apa yang kita hadapi di hari depan nanti. Iya, nggak? Tiba-tiba cemas dan mengerutkan kening, bagaimana kehidupan saya sepuluh tahun ke depan? Berapa tabungan saya? Bisa nggak saya bersenang-senang dan mencapai kebebasan finansial? Bisa nggak saya menghidupi keluarga dan anak-anak saya?

~ sampai disini bagi yang mau berkomentar: "hidup bukan hanya soal harta" lebih baik nggak usah diteruskan bacanya saja. Iya, saya tahu persoalan hidup bukan hanya soal harta. Tapi di tulisan ini saya lagi kepengen nulis soal manusia dan harta ~

Orang tua sering bilang: "yang penting kerja yang jujur dan berbuat baik. Pasti hidup berkecukupan". Tapi lalu saya melihat-lihat di sekitar saya. Banyak lho orang yang sudah bekerja dengan baik, hidupnya lurus, dan pikirannya lurus nasibnya begitu-begitu saja. Dan banyak juga orang yang kerjanya biasa aja tapi banyak koneksi malah karirnya melesat tinggi.

Kebetulan teman saya yang saya ajak bicara-bicara ini juga salah satu karyawan industri permenyakan. Tau sendiri lah, bekerja di industri itu gajinya cukup besar. Dulu saat jaman kita pertama lulus, senang bukan kepalang lah dia keterima kerja di situ. Di usia semuda itu sudah bisa bantuin finansial keluarganya, sudah bisa beliin henpon untuk adiknya, nyicilin mobil untuk orang tuanya, dan jelas bisa bersenang-senang.

Menabung? Setahun pertama belum kepikiran. Kerja tahun pertama ya buat seneng-seneng dan nyeneng-nyenengin orang tua dulu. Nanti-nanti aja lah urusan menabungnya

Tahun kedua? Yaa...nabung dikit lah. Masih akan ada tahun-tahun selanjutnya. Toh dengan gaji sekian saya bisa memperkirakan pengeluaran saya sekian, masih cukup kok.

Begitu seterusnya.

Terlalu dibuai oleh kenyamanan finansial. Dibuai oleh kata-kata: "yang penting kerja yang jujur dan berbuat baik". Lalu kemudian disaat kita sudah kerja dengan jujur dan berbuat baik, situasi berubah di luar kehendak kita. Lalu mendadadak industri tempatnya menyandarkan diri gonjang-ganjing. Nasib karyawan terkatung-katung.

Lalu apakah "yang penting kerja yang jujur dan berbuat baik" itu masih relevan dijadikan nasehat untuk jaman sekarang ini? Kayaknya harus direvisi nih...

Kalau memperhatikan tulisan-tulisan saya sebelum-sebelumnya, saya memang kurang sepakat sama sistem karma, dimana yang berbuat baik pasti menang dan yang berbua jahat dapat ganjaran. Mungkin sistem karma itu masih berlaku di dunia persinetronan indonesia, tapi sepertinya nggak di dunia nyata.

Saya lebih sepakat orang berbuat baik karena memang dia baik. Tanpa iming-iming karma baik pun tetap saja akan berbuat baik.

Eh...dan saya rasa kok "Love What You Do" juga sudah nggak relevan sekarang. Nggak ada gunanya. Saya lebih sepakat "Do What You Love".

~ Urip sak-sakmu dewe, mbak? ~

Ya sudah lah. Celotehan kali ini memang murni celotehan galau. Nggak bisa diambil kesimpulan karena sayapun nulis sambil galau. Hanya surhat yang tak berujung. Mulai cocok lah kalau blog ini bener-bener dilabeli sebagai blog galau..

Monday, October 22, 2012

Cemburu itu tanda sayang?

Terkadang saya terheran-heran dengan pertanyaan, "apa mas Pacar nggak cemburu?"

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu biasanya muncul bila saya bercerita tentang teman laki-laki saya, kepada teman perempuan saya. Ehm...saya nggak merujuk pada satu nama khusus. Teman laki-laki saya sih banyak, sebanyak teman perempuan saya. Soalnya saya memang sudah bukan ABG 13 tahun yang nggak mau temenan sama lawan jenis :D.

Contoh skenario:

Saya : "Iya filmnya bagus. Kemarin aku nonton sama A".
Teman : "Hah? Berdua aja sama A? Mas Pacar nggak cemburu?"

atau

Saya : "Kayaknya saya minggu depan ke Bali ah, si B ngajakin niihh.. Mumpung ada temennya".
Teman : "Lhoh, pacar kamu nggak marah tuh, kamu ke Bali sama si A?"

contoh lain

Saya : "Saya besok mau njemput si C di Bandara"
Teman : "Si C mantanmu? Emangnya boleh sama pacarmu?"

Dan sebagainya.

Jujur saja sih, terkadang saya merasa aneh ditanyai seperti itu. Dan jadi bertanya-tanya sendiri:
  1. Apa si penanya kurang pergaulan sehingga nggak pernah jalan berdua dengan laki-laki yang statusnya teman?
  2. Apa pacar si penanya adalah orang yang posesif?
  3. Apa si penanya adalah orang yang posesif?
  4. Apa muka saya kelihatan seperti orang yang suka selingkuh? Deket dikit sama laki-laki langsung kepikiran selingkuh?

Maaf kalau kata-kata saya menyakiti. Mungkin ada diantara teman-teman yang membaca artikel ini yang pernah menanyakan hal semacam ini kepada saya. Tapi jujur, itulah yang terbersit di otak saya :)).

Pada suatu waktu, saya pernah nongkrong kemalaman dengan teman perempuan. Bukan hanya sekali kejadian seperti ini, tapi pernah beberapa kali. Soalnya saya kalau nongkrong memang suka lupa waktu. Dan beberapa kali juga saya dimarahi oleh pacar saya, ditelpon dan disuruh pulang. Iya, pacar saya memang nggak suka saya keluar malam sendirian, karena jalanan malam Jogja bahaya. Tapii...pacar saya malah nggak papa saya keluar malam sama laki-laki. Kenapa? Karena kalau keluarnya sama temen laki-laki, pasti saya diantar sampai ke rumah. Aman.

Pacar saya sih sepenuhnya menyadari, kalau situasinya kami berjauhan, sehingga nggak mungkin dong dia jagain saya 24 jam. Jadi kalau saya butuh pertolongan orang lain, ya nggak apa-apa. Malah mas Pacar berterimakasih pada teman saya yang sudah menolong saya atau menemani saya.

Masalah bergaul dengan laki-laki, saya rasa saya sih sudah cukup mengerti bagaimana cara bergaul dengan "teman" dan bagaimana cara bergaul dengan "pacar". Jadi nggak perlu lah pacar saya merasa perlu membatasi dan mengatur hal-hal sepele seperti itu.

"Cemburu kan tanda sayang?"

Eh...menurut saya kok enggak ya? Ini sih cuma pendapat pribadi ya, nggak perlu kok disetujui. Tapi inilah yang saya percaya. Cemburu itu bukan tanda sayang, tapi pertanda takut kehilangan. Atau kalau boleh saya malah mau membahasakan pertanda egois. Saya pikir kalau kita sayang dan kemudian memutuskan berkomitmen dengan seseorang, tentunya harus ada perasaan saling percaya. Kalau nggak ada dasar saling percaya, lalu untuk apa berkomitmen?

Ada salah seorang teman dekat saya, yang oleh pacarnya, dia nggak diperbolehkan berhubungan lagi dengan mantannya. Menilik kasusnya sih, nggak ada yang spesial dengan mantannya. Putus baik-baik. Si mantan juga sudah move on. Dan yang muncul dalam pikiran saya: Pacar baru teman saya ini berarti mengamini kalau pacarnya masih ada apa-apa sama mantannya. Lha iya kan? Kalau nggak ada apa-apa lagi kan mestinya bisa bertingkah laku sewajarnya?

Kalau saya jadi mantan pacar yang dijauhi, saya malah bakalan bangga dong. "Woh, ternyata saya masih punya "pengaruh". Buktinya sampai pacar barunya nglarang ketemu saya".

Jadi dalam pikiran saya:
Ketika seseorang marah ketika pacarnya pulang malam, karena khawatir, itu tanda sayang.
Tapi ketika seseorang marah ketika pacarnya dekat dengan teman laki-laki, itu bukan tanda sayang.

Cemburu *dalam kasus ini* berarti malah mengamini kalau pacarnya adalah tipe orang yang nggak bisa menjaga sikap dan nggak bisa bergaul.

Saya nggak munafik. Saya juga pernah cemburu kok. Tapi saya pun sadar diri kalau perasaan cemburu saya nggak ada kaitannya dengan perasaan sayang saya. Jadi saya harus meredam. Dan saya juga segera menyadari kalau pacar saya adalah pribadi yang dewasa, yang tentu mengerti hal yang baik dan yang buruk. Kalau saya memang siap berkomitmen, saya harus siap untuk percaya.

Nah, ketika saya menjelaskan soal itu kepada teman-teman wanita, banyak yang nggak ngerti. Katanya, kalau laki-laki normal malah nggak papa kalau pacarnya keluar sama perempuan, tapi keberatan kalau pacarnya keluar sama laki-laki. Wah, pacar saya nggak normal donk? :))). Ya nggak papa deh. Kalau begitu saya syukuri saja punya pacar nggak normal :D.

Saturday, October 20, 2012

Mungkin Inilah Momen Patah Hati Paling Tidak Ekspresif yang Saya Alami Dalam Hidup Saya

Ternyata saya juga punya kisah cinta yang miris.

Mmmm...kisah cinta bagi saya mungkin, tapi bukan bagi dia. Mendadak saja saya teringat. Dan kepingin bercerita.

Kejadiannya sudah lama sekali. Jaman dulu waktu saya masih belasan tahun. Saya juga sudah lupa, karena terkubur kisah-kisah ~baik cinta maupun tidak cinta~ yang lain. Tapi nggak tau kenapa mendadak saya teringat ditengah-tengah kesibukan saya membuat laporan keuangan. Mungkin mukanya mirip jurnal pembantu piutang.

Saya kurang suka memberi inisial huruf kepada seseorang. Tapi untuk menuliskan namanya pun rasanya saya malu. Jadi marilah kita sebut dia hanya dengan kata ganti orang ketiga.

Dia mungkin cinta pertama saya. Usia saya dengan dia terpaut lumayan riskan. Ada kali ya lima tahun? Jadi ketika saya masih kecil, dia terasa sudah sangat dewasa. Tapi semakin saya bertumbuh besar, jarak lima tahun terasa semakin menyempit.

~ Begini, cowok berusia 20 tahun pasti gengsi dong, kalau ngecengin ABG 15 tahun? Tapi cowok 27 tahun nggak akan merasa bermasalah ketika mengencani cewek berusia 22 tahun, kan?. ~

Waktu kecil, saya diam-diam naksir dia. Nggak serius. Ya taulaahh..cinta-cintaan anak kecil. Bukan cinta monyet juga sih. Lebih ke semacam cita-cita: "kalau besok udah gede aku mau punya pacar kayak dia". Dia nggak ganteng sebenarnya, tapi jenaka. Sewaktu saya kecil, rasanya dia ganteng sekali. Tapi ya saat itu dia nggak mungkin menoleh ke arah bayi seperti saya.

Sampai akhirnya saya remaja, saya mulai bisa masuk dalam satu lingkup pergaulan yang sama dengannya. Terus saya deketin gitu? Enggak :p. Saya malu. Alih-alih mendekatinya, saya malah dekat dengan orang lain yang saat itu saya pandang paling mirip dengannya, yang kebetulan juga sedang mendekati saya *ruwet deh pemilihan kata saya*. Yang lebih terjangkau. Dan akhirnya saya pacaranlah dengan dupe-nya dia. Dia KW rrrr...dua?

Tapi ini bukan kisah tentang pengalihan cinta kok. Waktu pacaran, saya bener-bener suka dengan pacar saya. Saya menikmati saat-saat bersama pacar saya. Tapi saya masih menyimpan kekaguman untuknya. Dalam hati saja tentunya.

Dan ditengah masa-masa saya pacaran dengan cinta monyet saya yang mirip dia, dia nembak saya. Caile...bahasanya nembak :D. Iya deh, nembak aja. Toh saat itu saya masih ABG. Jadi penggunaan bahasa-bahasa ABG nggak ditabukan :D.

Saya?

Kelimpungan bukan buatan. Tapi saya memang orang paling nggak ekspresif sedunia. Saya cuma ber-ohh.. dan ahh.. Ya lagian mau bagaimana lagi? Toh saya punya pacar, dan masa pacaran saya sedang unyu-unyunya.

Tapi kejadian itu cukup membuat saya GeeR dan nggak bisa tidur semalaman.

Keesokan harinya, saya berniat untuk bercerita tentang hal ini kepada teman dekat saya. Biasa ini, ABG. Curhat gitu istilahnya. Tapi saya dikejutkan oleh sesuatu. Sebelum saya bercerita apapun, teman saya tersebut nyerocos panjang lebar:

Bahwa kemarin dia ke rumah teman saya itu ~ yang berarti sesaat setelah dia pulang dari rumah saya ~. Dia menceritakan semuanya kepada teman saya itu, bahwa dia nembak saya. Bahwa dia menyesali kebodohannya sudah nembak saya yang sudah punya pacar ini, apalagi melihat reaksi saya yang cuma cengar-cengir nggak jelas. Dan diakhiri dengan....dia nembak teman saya. Ehem...teman saya nggak menerima tentu saja.

Jadi dia menyesal? Ohh...

Jadi hari itu adalah hari nembak cewek sedunia? Semua cewek yang ditemui wajib ditembak? Ohh...

Tetootttt!! Alarm pertama yang mengingatkan saya untuk nggak GeeR berlebihan.

Teman saya lebih pintar dari saya. Nggak ada cerita teman saya galau semalaman, karena teman saya tahu kalau dia sedang menghadapi laki-laki yang entah sedang bingun atau buaya namanya. Jadi cuma saya yang galau nggak penting. Aduhh... Untung saya belum cerita kepada siapa-siapa XD.

~ Kalau mas Pacar menyebut laki-laki seperti itu: Bobi. Boyo Bingung :))) ~

Saya mencoba melupakan. Tapi jujur saya masih galau. Walau tahu saya sasaran buaya, tapi tetap saja kejadian itu membekas. Ya maklum lah ya, udah naksir sejak balita.

Kehidupan saya yang membosankan bersama pacar-pacar yang datang silih berganti yang juga membosankan terus berjalan.  Saya kuliah, pindah ke Jogja. Beda kota dari dia. Sibuk. Mengejar IP. Kerja Part time. Sok-sokan berorganisasi kemahasiswaan. Teman baru. Hobi baru. Aktivitas baru. Pacar baru. Nongkrong-nongrong. Lupa.. Atau tepatnya mencoba lupa.

Sampai suatu ketika, saya lupa tepatnya oleh kejadian apa, dia muncul lagi. Dan saat itu saya nggak punya pacar. Saya berbunga-bunga lagi. Teringat perasaan yang dulu-dulu. Lalu kami dekat. Saya menikmati momen melayang-ke-langit-ketujuh waktu itu. Kedekatan kami kali itu berbeda, terasa lebih istimewa.

Tapi kemudian pada suatu waktu dia menghilang tanpa kabar.

Lewat beberapa hari, saya memberanikan diri menyapa, "hei..kenapa kamu nggak berkabar?"

Nggak disangka dia membalas: "Nanti aku jelaskan semuanya".

Sejak itu saya melewati hari dengan galau lagi. Penjelasan yang saya tunggu nggak pernah datang.

Sampai pada beberapa hari kemudian, saat saya duduk di bangku Gereja pada hari minggu biasa, tibalah pada pengumuman pernikahan Gereja. Namanya disebut. Ternyata oh ternyata...

Saya teringat alarm pertama saya waktu masih ABG. Dan inilah alarm kedua saya untuk nggak terlalu serius menanggapi seseorang, bila semuanya belum jelas. Bila perasaan belum terungkapkan.

Ya sudah lah...

Saya patah hati, tapi bersikap biasa saja. Alarm kedua sudah berbunyi, waktunya saya menyembunyikan perasaan. Jangan berlebihan mengumbar segala hal yang belum pasti.

Saat hari pernikahannya pun saya datang. Mencium pipinya mengucapkan selamat dan ikut berbahagia seperti teman-teman yang lainnya. Mungkin inilah momen patah hati paling tidak ekspresif yang saya alami dalam hidup saya.

Memandanginya di pelaminan, dan berkata pada diri sendiri: "sudahlah, inilah akhir cinta balita saya. Waktunya saya mencari sosok yang lain".

Dan begitulah semua berlalu.

Saya dengan pacar-pacar saya yang silih berganti. Dia dengan keluarga kecilnya, istri dan anak-anak yang bermunculan. Terkadang kami masih saling bertukar salam melalui media sosial, walau sangat jarang. Saya masih mengagumi, tapi sudah nggak akan terjerat.

Nggak ada tangis-tangisan. Nggak ada patah hati berlebihan. Yang ada cuma senyum datar. Perasaan saya kepadanya mungkin nggak tersampaikan dan nggak diketahui siapapun. Tapi saya nggak pernah menyesal, karena kalau tersampaikan mungkin malah akan memalukan XD.

Sekarang rasanya saya ingin kembali bertukar kabar. Dan mengucapkan kepadanya: "hei...aku akan menikah tahun depan. Datang, ya. Beri selamat dan cium pipiku seperti yang kulakukan waktu hari pernikahanmu dulu".

Thursday, October 18, 2012

Bolehkah saya sejenak beristirahat?

Terkadang memulai haripun rasanya begitu berat. Sinar matahari pagi yang jatuh hangat di muka saya melalui jendela kamar rasanya seperti lampu sorot yang membutakan. Aktifitas pagi jalanan kecil di depan rumah terasa memekakkan.

Rutinitas ini dan itu yang biasa saya jalani seperti bernapas, hari ini serasa seribu kali lebih berat. Berkas-berkas, laporan keuangan, klien yang datang silih berganti membuat kepala saya berkunang-kunang.

Ucapan yang biasa sajapun terasa bagai sengaja menyulut emos.

Kepala saya terbakar di tengah hujan yang mendera Jogja...

Bahkan berbicara tak tentu arah dengannya, yang biasanya mampu merekahkan senyum saya, kali ini serasa tak bermakna. Hanya senyum basa dan goda-menggoda yang basi.

Dunia, saya ingin sejenak beristirahat...

Friday, October 12, 2012

Rahasia Terbesar yang Sampai Saat Ini pun Belum Saya Ungkapkan Kepada Orang Tua Saya: Bahwa Sejak Kecil, Saya Sudah Menemukan Lorong Rahasia ke Jalan Terlarang

Kebetulan hari ini saya berada di Solo, kota kelahiran saya, kota tempat saya melewatkan masa kecil sampai remaja, dengan segala romantika dan problema :D.

Dan kebetulan juga saya mempunyai sedikit waktu untuk "napak tilas".

Rumah saya bukan di Solo tepatnya, tapi di sebuah desa kecil di pinggiran kota Solo. Boleh deh disebut kampung. Saya suka disebut kampungan alias orang kampung. Kampung itu polos, lugu, jauh dari polusi udara dan suara, semua penduduknya saling mengenal, saling menolong, saling bergosip. Kampung itu menyenangkan. Saya memang lebih cocok jadi orang kampungan daripada orang metropolitan.

Waktu kecil, saya suka sekali keliling desa naik sepeda BMX kecil andalan saya. Lalu memarkir sepeda di salah satu kebun tetangga, dan memanjat pohon talok atau pohon jamblangan yang buahnya menggrembuyung, makan talok dan jamblangan yang dipetik langsung dari pohon, sambil nangkring menikmati sepoi angin di salah satu dahannya.

Pohon talok di depan masjid deket rumah saya juga merupakan tempat persembunyian saya, kalau saya malas tidur siang. Dari atas pohon talok pada jam dua siang, akan terdengar suara ibu saya berteriak-teriak memanggil menuruh saya pulang dan tidur siang. Semakin keras suara ibu saya, semakin rapat saya bersembunyi diantara dedaunan.

Di belakang pohon Jamblangan yang berjajar, ada lautan ladang tebu. Kalau saya kesana, terkadang bapak yang sedang mengawasi ladang tebu *mungkin pemilik, mungkin pekerja, entah saya abai* akan menebaskan saya sebatang tebu. Mengupaskan, dan memotongkan kecil-kecil untuk saya dan teman-teman saya. Saya akan keasikan menghisap-hisap batang tebu sampai habis sari manisnya, ditengah ladang yang dipenuhi capung warna-warni *kalau sedang musim capung*.

Jalan raya merupakan tempat terlarang bagi saya waktu itu. Bapak ibu saya akan menjewer sampai telinga saya merah dan panas kalau saya ketahuan nekat bersepeda ke sana. "Bahaya. Itu tempat buat orang yang udah gede. Kalau anak kecil bisa ketabrak," kata bapak saya.

Sampai suatu ketika, saya bermain di sebuah kebun milik tetangga saya sendirian. Saya iseng menyusuri pagar pembatas bagian belakang kebun, yang berupa tanaman merambat setinggi rumah. Dan hei, ada lubang di sana. Saya merangkak melalui lubangnya, kemudian berjalan mengikuti gang yang berkelok-kelok, dan....sampailah saya di jalan Raya.

Howaaa...

Saya merasa keren sekali waktu itu. Saya menemukan jalan rahasia menuju ke jalan terlarang! Tapi saya takut. Saya hanya berani berdiri sampai di ujung gang yang mengarah ke trotoar pinggir jalan raya. Kata bapak saya, saya bisa ketabrak kalau ke jalan raya.

Saya juga teringat ketika saya berantem dengan teman *saya hobi berantem dulu. Sampai guling-guling menjambak dan memukul teman laki-laki*, atau terjatuh dari sepeda, atau  ketika saya dimarahi tetangga karena mengejar-ngejar anak ayam milik mereka lalu menangis. Bapak saya akan datang, dan menggendong saya pulang. Saya akan terus menangis keras dalam gendongan diperjalanan pulang. Dan sampai rumah saya malah dimarahi. Tapi tetap saja, kalau sudah menangis di luar, saya nggak mau pulang kalau bapak saya nggak menjemput dan menggendong :')

Dan kali ini, sekitar 20 tahun kemudian, saya kembali mengitari kampung saya, dengan sepeda yang lebih besar tentunya.

Pohon talok masih ada, tapi nggak ada anak-anak kecil di dahan-dahannya. Kemana mereka? Mungkin sedang main playstation atau facebookan di rumah. Atau mungkin sedang ke mall membeli es krim Baskin Robin. Pak es tung tung yang lewat pun berlalu begitu saja, tanpa ada yang memanggil. Padahal pak es tung tung jaman saya kecil dulu menjadi primadona bagi anak kecil di kampung saya, bersama pak patah bakso ojek.

Pohon Jamblangan, lautan tebu, dan kebun capung sudah nggak ada, digantikan dengan jajaran rumah-rumah mungil berpola seragam. Hmmm....

Kebun tetangga-tetangga saya juga sudah banyak yang hilang. Digantikan bangunan rapat-rapat. Tapi hei...kebun rahasia yang memiliki pintu ke jalan terlarang masih ada, walau sedikit berubah. Penasaran saya sandarkan sepeda. Karena sekarang saya sudah besar T.T, maka saya mengetuk rumah di samping kebun untuk meminta ijin dulu. Tapi malah tetangga depan rumah yang melongok, dan bilang kalau bu Ratna sudah pindah, sekarang rumahnya kosong.

Saya memasuki kebun yang terbengkalai. Terus ke belakang dan menemukan pagar pembatas yang dulu rasanya setunggu rumah. Ternyata hanya dua meter :D. Lalu saya mencari lubang yang dulu, masih ada. Tapi tentunya saya nggak bisa merangkak melalui lubang tersebut. Bukan karena nggak muat, tapi karena saya sudah besar T.T.

Lalu saya mengarahkan sepeda saya ke jalan raya yang sudah nggak terlarang bagi saya, dan mencari gang yang mengarah ke kebun tersebut. Saya memasukinya dengan menuntun sepeda saya, menyusuri gang sempit yang *ternyata* pendek. Dan sampai pada pagar tanaman yang tanahnya berlubang.

Cuma berdiri dan melihat.

Mungkin kalau sekarang saya merangkak disitu, akan sangat konyol. Tapi rasanya dulu hal itu adalah penemuan paling keren di dunia. Rahasia terbesar yang sampai saat ini pun belum saya ungkapkan ke orang tua saya. Bahwa sejak kecil, saya sudah menemukan lorong rahasia ke Jalan Terlarang...

Sekian petualangan saya hari ini.

Tuesday, October 2, 2012

Masih di Dalam Permainan Nasib

Kadang kala ketika terbangun di tengah malam menjelang dini pagi seperti ini, saya tidak bisa menghentikan pikiran saya untuk berkelana. Membayangkan seandainya saya tidak memilih berada di jalan ini.

Seperti yang kita semua tahu, setiap detik di kehidupan kita, kita dihadapkan pada bermilyar kemungkinan yang bisa kita pilih. Apakah saya mau menunduk. Apakah saya mau mengedip. Menoleh. Mengetik. Melambai. Berlari. Menyapa. Mencinta. Mengalah. Marah. Memilih. Dan masih banyak pilihan. Tersedia dalam hidup kita setiap detiknya.

Seandainya saya tidak berkedip tiga detik yang lalu, akankah nasib saya berubah?

Seandainya saya memilih untuk tidak tidur dan menciptakan sebuah karya, apakah kemudian saya akan terkenal?

Seandainya pada suatu saat di masa lalu saya memilih untuk memaafkan, apakah saya akan bahagia?

Thursday, September 13, 2012

Halo Orang-Orang, Bencana Bukan Merupakan Hukuman dari Tuhan!

Saya sudah sering menuliskan mengenai hal ini. Tapi topik ini terus menerus muncul dan terus menerus membuat saya terganggu. Semalam, saya melakukan obrolan ringan dengan pacar saya, sehingga saya tergelitik untuk membuka kembali memori saya mengenai topik ini, dan kemudian menuliskannya.


Kasus pertama:

Waktu awal kuliah, pertama kali saya menginjakkan Jogja, saya mengalami musibah yang cukup membuat trauma. Begitu turun dari bus (saya turun di Janti, saat itu jam setengah 7 malam, kondisi jalan ramai karena ada kampanye suporter sepak bola lokal, tetapi pinggir jalan sepi), seseorang menyergap saya, menodongkan pisau lipat, dan meminta handphone beserta seluruh uang yang saya bawa. Tanpa berpikir, saya langsung menyerahkan Nokia 3310 dan uang saku sejumlah Rp 200 000, yang waktu itu adalah harta saya yang paling berharga.

Apakah kejadian itu membuat saya trauma? Ternyata enggak. Saya biasa saja, tetap beraktivitas dan tetap ke janti kalau memang diperlukan. Tapi kejadian sesudahnya yang membuat saya trauma.

Seperti sewajarnya anak baru, saya menceritakan pengalaman "mengesankan" itu ke orang-orang. Dan ada beberapa orang yang berkomentar: "Kamu kurang amal sih". Dan bahkan pada umur saya yang 17 tahun saat itu, saya sudah kepingin menggosok mulut orang yang berkomentar seperti itu dengan parutan kelapa #hardcore.


Kasus kedua:

Belum lama ini saya mengalami kesialan juga. Motor saya dipepet orang di pinggir selokan mataram, motor saya oleng, dan saya terjatuh. Beruntung saya hanya terjatuh di jalanan. Tetapi tas saya beserta isinya terlempar masuk ke selokan Mataram. Kejadian selengkapnya pernah saya tulis disini.

Selain simpati, rasa kasihan, dan pertolongan, saya juga menerima kembali komentar yang mengiritasi perasaan saya: "Kamu pasti kurang amal, ya?"



Sebenarnya, sejak kasus pertama, saya sudah membatasi diri untuk nggak menceritakan kemalangan-kemalangan saya ke orang lain yang nggak berkepentingan. Karena saya benar-benar merasa terganggu dengan komentar semacam itu. Dan ini bukan hanya mengenai saya. Beberapa kali saya memergoki, seseorang yang mengalami musibah dan kemudian berbagi di social media, menuai komentar: "banyak-banyak berdoa ya". "Makanya lain kali banyak amal, biar terhindar dari musibah". #blah.

Pernahkan orang-orang yang berkomentar seperti itu berpikir sebelum berbicara?

"Makanya banyak doa dan amal!"
Dengan ucapan itu mereka menghakimi bahwa orang yang terkena musibah adalah karena orang tersebut kurang doa dan amal. Dan saya sedikit emosi dengan komentar tersebut. Hai, orang-orang, apakah kamu bener-bener tau keseharian saya? Saya doa berapa kali sehari? Saya amal berapa persen dari gaji sebulan? Dan benarkah Tuhan membuat semacam aturan, harus berdoa minimal tiga kali sehari dan amal minimal 5% sebulan agar kamu terhindar dari bencana?
Saya rasa, masalah doa dan amal saya bukan urusan siapapun. Saya nggak merasa ada perlunya melaporkan kemana-mana pada saat saya melakukan doa dan amal. Jadi, saya juga nggak merasa ada perlunya orang lain mengomentari mengenai kebaikan hati dan religiusitas saya.

"Kamu pasti kurang amal, ya?"
Dan kamu yang berkomentar, merasa lebih banyak amal dari saya, ya? Dalam komentar semacam itu, terselip kesombongan. Lihat nih, saya nggak sial kayak kamu, berarti saya amalnya lebih banyak dari kamu. Iya deh, terserah kalau memang situ banyak amal. Kamu orang suci. Tapi tolong jangan menghakimi kalau orang lain kurang amal. Karena bisa saja orang yang kamu komentari bahkan amalnya beribu kali lipat dari kamu.


Baiklah, tulisan saya mulai penuh emosi :D. Kalem.. Kalem...


Kasus-kasus diatas sama seperti tanggapan beberapa orang mengenai bencana alam, yang pernah juga saya ulas disini. Orang-orang cenderung spontan berpendapat kalau bencana alam adalah hukuman dari Tuhan.

Masih ingat mengenai Tsunami Aceh? Orang-orang beramai-ramai mengungkapkan pendapat, "itu hukuman Tuhan karena anu *saya malas menulis karena pembahasan saya bukan soal itu*"

Lalu gempa Jogja. Banyak yang berpendapat kalau muda-mudi Jogja terlalu banyak melakukan sex bebas sehingga Tuhan murka.

Gempa Bali. Karena Bali kota maksiat sehingga pantas dihukum.

Letusan Gunung Berapi: hukuman Tuhan karena manusia sudah begitu banyak dosanya.


Rasanya saya ingin menutup telinga saya dan berteriap: STOP. TUTUP MULUT. KALAU NGGAK MAU BANTU YA NGGAK USAH BANTU TAPI TOLONG JANGAN MENGHAKIMI TANPA BERKACA!

Saya akan mengulang kembali apa yang sering saya tuliskan:
Kalau memang bencana alam adalah hukuman dari Tuhan, kenapa masyarakat di lereng merapi yang terkena bencana? Kenapa bukan bapak-bapak pejabat di gedung DPR yang otaknya penuh korupsi dan rekayasa? Kalau memang gempa jogja adalah hukuman atas kaum yang melakukan sex bebas, kenapa malah masyarakat pinggiran di Bantul dan Klaten yang banyak menjadi korban?

Menurut saya, bahkan sebelum manusia ada, alam sudah beraktifitas. Jadi segala bencana alam nggak ada hubungannya dengan dosa atau kurang amal atau apalah gitu.

Menurut saya, nggak sepantasnya kita menghakimi seperti itu. Yang bisa kita lakukan hanyalah melatih kepekaan dan mengulurkan tangan bagi yang membutuhkan. Karena sebagai manusia, kita nggak pernah tahu kapan alam bergejolak...

Friday, September 7, 2012

Solusi atas masalah Kuota

Beberapa hari yang lalu, saya mengalami masalah sehingga nggak bisa ngepost blog. Masalahnya adalah kuota penyimpanan gambar di account blogspot saya sudah habis, jadi saya enggak bisa upload pic untuk memperlengkap artikel yang saya buat. Blog saya yang Racun Warna-Warni *adiknya blog saya yang ini* adalah sebuah blog komersil yang ditujukan untuk mereview produk-produk kecantikan. Nah, tau sendiri kan, mengepost artikel kecantikan tanpa menggunakan gambar itu bagaikan....

~ tadinya saya mau menulis "bagaikan sayur tanpa garam" atau "bagaikan apa tanpa apa". Tapi kok terlalu pasaran ya sehingga tampak konyol & nggak lucu lagi. Yah, saya memang penuh pencitraan orangnya. Kalau nggak keren saya nggak mau melakukan *benerin falshies* ~

Kenapa bisa sampai penuh? Saya akan jelaskan menurut pengetahuan sotoy saya aja ya. Setiap kita mengupload gambar di account blogspot, secara otomatis, gambar yang kita upload tersebut akan tersimpan di Picasa. Nggak peduli tuh gambar jadi apa enggak di tampilin di blog, atau gambar itu pada akhirnya dihapus dari blog, tetep aja gambar yang sudah kita upload, akan tersimpan di Picasa.

Padahal, Picasa yang disediakan free untuk kita, cuma 1 GB atau tepatnya 1024 MB. Itu buanyak banget sih sebenarnya. Cuma karena blog saya yang sebelah itu keren banget dan gambarnya banyak banget, ya jadinya habis juga kuotanya.

Lagian saya agak-agak dodol nih, harusnya gambar yang mau saya upload saya re-size dulu. Toh size normal yang bakalan kelihatan di web itu nggak nyampai 100 KB. Gambar 50 KB pun sudah cukup untuk ukuran medium yang terlihat di web/blog kita. Nah, kalau saya, saya langsung aja upload tanpa re-size. Jadi gambar segede-gede 2 MB - 3 MB saya upload dengan polosnya. Ya jelas aja kuota saya cepet habis!

Nah, bila ada yang mengalami masalah seperti saya, solusi paling gampang adalah melakukan upgrade storage. Jadi kita membayar sejumlah uang agar bisa mendapatkan kuota tambahan untuk upload gambar kita. Tapi saya lagi kere...

Bisa juga dengan upload gambar via Photobucket atau website-website lain yang disediakan untuk menampung foto. Lalu copy image link yang sudah kita upload di photobucket, dan upload gambar ke blogspot dengan pilih file from URL.

Tapi saya nggak sukak. Saya maunya tetep bisa upload file via blogspot langsung aja. Jadi solusi satu-satunya adalah menghapus gambar yang tersimpan dalam account picasa saya. Tapi harus hati-hati, karena gambar yang dihapus dalam account picasa, akan terhapus juga dari artikel blog kita. Jadi, yang saya hapus adalah:
  1. Gambar yang terlanjur saya upload namun nggak jadi saya posting
  2. Gambar yang kedobelan
  3. Gambar yang sudah saya hapus dari artikel blog saya
  4. Gambar yang sudah saya ganti
    Saya memang mengganti beberapa gambar di artikel saya. Terutama gambar-gambar yang size-nya besar banget (terutama gambar yang kebetulan saya ambil dari kamera SLR). Gambar ke size kelas berat tersebut saya ganti dengan gambar yang sudah versi resize. Lalu gambar lama yang bersize besar, saya delete dari Picasa saya. 

Nah, sekarang adalah cara mendelete gambar enggak kepake, yang sudah terlanjur tersimpan di Picasa. Caranya:
  1. Login ke account Gmail 
  2. Masuk ke Album Web picasa
  3. Klik atau buka gambar yang ingin kita hapus
  4. Klik atau pilih icon Action yang terletak di atas gambar
  5. Klik Delete this Photo

Selesai. Setiap foto yang terdelete, tentunya akan menambah kuota picasa kita. Kuota picasa bisa kita lihat di bagian paling bawah pada halaman Picasa Web Album kita. Bunyinya begini nih:

You are currently using xxx MB (xx.xx%) of your 1024 MB.


Tapi sekali lagi, hati-hati saat menghapus gambar yang tersimpan dalam picasa. Jangan sampai ada artikel kita yang gambarnya ikutan menghilang karena kita hapus.

Tentunya kalau kita bertahan lama ngeblog, suatu saat kuota kita akan habis lagi. Ini hanya langkah untuk menunda habisnya tersebut. Atau dengan kata lain, langkah pencegahan :D. Yah saya sih berharapnya, saat kuota saya benar-benar habis dan nggak ada lagi gambar yang bisa saya delete, saya sudah jadi milyader sehingga blogspot sudah saya beli ^^.

Monday, August 27, 2012

RIP Neil Amstrong. Dan siapapun kamu, John Lennon :')

gambar diambil dari: http://listen.beaconaudio.com & mysteryworlds.wordpress.com


Selamat jalan, Neil Amstrong.

Kata-kata itu saya ucapkan dengan sungguh-sungguh. Dan mengutip salah satu judul artikel @tempodotcom: "Ketika melihat bulan tersenyum, ingatlah wajah Neil Amstrong". 

Saya mengamati lini masa di Twitter, banyak yang mengungkapkan duka cita, ataupun sekedar mengenang sambil tersenyum mengenai Neil Amstrong. Di lini masa pula mulai sliwar-sliwer kutipan-kutipan sepatah dua patah yang pernah diucapkan Neil Amstrong, yang tadinya saya nggak tahu.

Tapi di antara ucapan mengenang dan menduka tersebut, banyak pula yang menjadikan peristiwa ini sebagai ajang untuk mendebatkan sesuatu yang menurut saya nggak pantas untuk diperdebatkan pada masa berkabung. Nggak sopan, menurut saya :). Tapi ya namanya manusia. Selalulah ada keinginan untuk mengungkapkan pendapatnya, dan selalu mencari moment untuk berbicara #ngaca.

Hal yang diperdebatkan adalah: "Apakah benar Neil Amstrong menjejakan kaki ke bulan?"

Lalu segala teori dan spekulasi bertebaran di lini masa.
  1. "Enggak kok, cuma rekayasa. Buktinya fotonya keliatan banget ada yang janggal. Potosop gitu loh".
  2. "Ya beneran lah. Kalau enggak kenapa Uni Soviet nggak segera mengungkapkan fakta itu? Secara kan pendaratan di bulan itu ada nuansa politisnya pengen nyaingin bla bla bla..."
  3. "Lha kalau beneran, kenapa cuma taun itu tok trus habis itu mandek. Taun-taun selanjutnya nggak ada pendaratan ke Bulan lagi?"
  4. "Emang ada manfaatnya kalau ke Bulan lagi? Mahal, beroooo. Mbahmu mau mbayarin?"
Dan lain-lain. Dan lain-lain

Intinya, debat kusir. Perdebatan yang tak kunjung padam. Bahasa twitternya: #rawisuwis.


Beberapa waktu yang lalu, sebuah akun twitter yang punya ratusan ribu follower, menulis di blognya mengenai John Lennon. FYI, blognya berisi copas-copas info-info menarik dan berfolower puluhan ribu. Biasanya, bila ada ulasan mengenai John Lennon berkisar mengenai karya-karyanya yang ajib. Sayapun menggemarinya. Salah satu karyanya adalah lagu kesayangan saya. Imagine there's no countries. It isn't hard to do. Nothing to kill or die for. And no religion too. Imagine all the people living life in peace.

Kata-katanya sederhana. Bukan yang puitis dan berat. Tapi mengena :')

Tapi blog tersebut nggak membahas mengenai karya-karyanya, melainkan sisi lain dirinya. Mengenai keluarganya yang berantakan, kecenderungannya melakukan kekerasan, pengabaian terhadap anak, kecanduan narkoba, arogansi, kelabilan, dan lain-lain. Si penulis menyebut John Lennon Munafik. Menuliskan tentang perdamaian, sementara hidupnya sendiri dikelilingi kekerasan. Menuliskan kemiskinan dari salah satu kamar mewah di hotel berbintang lima di New York.


Saya membaca sampai habis artikel itu. Dan tidak merasa kecewa telah mengidolakan karyanya. Tapi kemudian saya berpikir, berapa orang yang akan kecewa dan patah hati karena artikel tersebut?



Neil Amstrong dan John Lennon mempunyai kasus yang sama. Mereka berdua adalah idola. Dan saat ini, sedang dipertanyakan ke-idol-annya? Mereka idol yang sesungguhnya, ataukah hanya tipuan yang sengaja dicitrakan?

Bagi saya, nggak akan menghasilkan apapun ketika mempertanyakan hal itu sekarang.

Oke, katakan Neil Amstrong hanya pura-pura mengunjungi Bulan, lalu melakukan pembohongan publik besar-besaran. Tapi entah benar atau tidak, berita bahwa ada manusia bumi yang pernah mengunjungi bulan memberikan udara segar bagi kita yang di bumi. Otak manusia mulai tergelitik. Banyak ilmuwan tertantang. Banyak pelajar menggiat demi cita. Mereka punya harapan karena ternyata hal yang dikata mustahil bisa dilakukan.

Dan katakan John Lennon adalah seorang milyader, yang nggak mengenal kehidupan miskin secara fisik. Tapi berapa banyak sih, orang yang mampu menggerakkan nurani orang lain melalui sebuah lagu, atau sebuah karya apapun?

Menurut saya, manusia ada porsinya masing-masing dalam kemanusiaan. Ada yang berperan sebagai penggerak, dan ada eksekutor. Semuanya memiliki peranan penting. Nggak semua orang mampu melakukan tindakan nyata seperti menjadi relawan. Dan nggak semua orang juga mampu membuat karya yang bisa membuka hati banyak orang.

Semua punya peran. Yang bisa kita lakukan hanya menjalankan tugas sesuai talenta.

Jadi, Selamat jalan, Neil Amstrong. Terimakasih telah memberi kami harapan. Dan siapapun kamu, John Lennon. Kamu tetap menyentuh jiwa :').

Sunday, August 12, 2012

Lagi



Ke-#selo-an saya pada suatu malam minggu membuat saya terdampar di kos Lady pada suatu siang. Segera setelah creambath dan potong rambut (Lady) dan Nasi putih + ayam goreng dan Indomie Goreng (saya), kami berangkat ke Malioboro. Dalam perjalanan kesana, kuku saya patah. Dan saya mulai merasa bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak beres. Berdasarkan pengalaman saya yang lalu.

 

Dan benarlah apa yang saya rasa...

Di depan hotel Ina Garuda, ban motor Lady bocor. Kami terpaksa turun dari motor. Sementara tukang tambal ban masih jauh, si dekat hotel Ibis samping malioboro Mall. Maka saya berlari-lari kecil mengikuti Lady yang mendorong sambil mengegas motor.

Ternyata ban dalam dan ban luar motor harus diganti. Oke lah kalau begitu. Lebih dari dua ratus ribu rupiah harus melayang dari dompet Lady.

Sebenarnya tidak terlalu terasa kesialan kami yang pertama, karena seraya menunggu ban motor di tambal, kami berjalan-jalan ke Malioboro Mall. Membeli ini dan itu, tertahan di toko buku. Dan ketika kami menghampiri tukang tambal ban, motor sudah beres.

"Terimakasih, Pak!" Dan berlalulah kami, menuju pasar Bringharjo.

Sebentar masuk ke Ramai Mall, sebentar menyusuri emperan jalan Malioboro yang penuh pedagang kaki lima beserta benda-benda uniknya, tapi tak sempat masuk ke Mirota Batik, karena waktu terus merambat, dan jam Buka puasa semakin mendekat.

Maka kami melanjutkan perjalanan menuju Nasi Goreng Sapi depan Gereja Kota Baru. Selesai makan, kami berencana mengambil alat makeup di rumah saya. Dan lagi....

Ban Motor Lady bocor untuk yang kedua kalinya.

Kali ini terasa awan sial seakan menggelantung menaungi perjalanan kami. Dengan lokasi tukang tambal ban yang semakin jauh saja, dan daging di bawah kuku jempol saya yang semakin nyeri. Berbagai pikiran berganti-ganti memenuhi kepala saya. Tukang tambal ban di depan hotel Ibis yang nakal, atau kami yang sial? Dan ada apa dengan saya?

Rasanya orang yang berjalan dengan saya selalu harus berkali-kali sial, mengiringi patahnya kuku saya satu per satu. Kalau memang seperti itu kejadiannya, berarti yang pertama harus saya lakukan adalah membeli Lotion penguat kuku dan menyisihkan uang untuk manicure ke salon langganan. Manicure. Ha. Tak terbayang saya akan melakukan manicure. Tapi demi keselamatan jiwa orang-orang di sekitar saya, saya harus melakukannya.

Dan satu kata-kata yang terngiang di telinga saya bahkan sampai kini: "kalau tau akan sial, mending hentikan dan jangan keluar," dari tukang tambal ban kedua.

Entah ya, saya tidak punya opini mengenai kejadian hari itu. Kecuali bahwa saya memang harus manicure dan membeli lotion penguat kuku.

Friday, August 10, 2012

Mengikhlaskan

gambar diambil dari: luckty.wordpress.com


Mungkin aku terlalu teledor sehingga pantas dihukum.

Namun sisi romantisku tak bisa kucegah untuk berkelana...

Bahwa dia ditemukan oleh seorang mahasiswa cerdas berbeasiswa dari keluarga tak berpunya. Yang kemudian menggunakannya untuk menyimpan memori-memori karya tulisnya, yang malam-demi malam selepas kerja berusaha diselesaikan di rental komputer, dan dipegangnya hingga lulus nanti.

Atau ditemukan oleh seorang bapak tak berpunya yang merintih hatinya, karena anaknya yang mahasiswa cerdas berbeasiswa berkali-kali mengatakan bahwa dia membutuhkan sesuatu untuk menyimpan segala ilmu yang harus diperlihatkan kepada dosen pengujinya. Jangan dijual ya, Pak. Tidak akan laku, saya jamin itu. Berikan kepada anakmu. Kelak dia akan menjadi orang besar dan menghidupimu di lelah tuamu.

Siapapun kamu, aku percaya kamu lebih membutuhkannya. Kalau tidak, nasib tidak akan mengirimkannya padamu.

Jaga flashdisku baik-baik...

NB: hapus saja laporan keuangan setengah jadi, foto-foto narsis, dan film-film tidak bermutu di dalamnya. Skripsimu akan lebih indah terletak disana.

Ketika Nasib Mengajak Bercanda, maka Aku Memilih untuk Tertawa


Aku mengawali hari dengan mematahkan kuku telunjuk kiri. Sakit. Karena kukunya patah terlalu kebawah. Aku cuma memberi betadine sekenanya lalu berangkat kerja. Siangnya, saat berjalan di dalam ruangan kantor, mendadak kakiku terantuk. Kuku jempol kakiku sedikit melesak kedalam. Sakit bukan main. Aku meneruskan pekerjaan sambil meringis-ringis. Setelah jempol kaki mereda, kuku jempol kanan berganti membuat ulah, patah dan berdarah. Baiklah, baiklah. Aku akan segera membeli lotion penguat kuku, Ku *ngomong sama kuku*.

Dan Flashdisk-ku hilang...

Kebetulan hari itu aku berkerja sampai jam 6. Dan Tintaz mengajak kencan di Mirota Kampus. Setelah belanja, kami sepakat akan menutup hari itu dengan dinner cantik di Nasi Goreng Babi deket Papilon.


"Ketemu di TKP, ya!" Kataku di parkiran motor.


Maka kupacu motor kearah Nasi Goreng Babi deket Papilon. Sampai disana aromanya sungguh menggoda. Tapi Tintaz belum juga sampai TKP. Maka ku ambil HP, maksud hati ingin menghubungi Tintaz. Ternyata Tintaz telah duluan mengirim pesan.

"Masih di Mirota, ses. kunci motorku hilang..."


Lalu motor ku ambil kubelah jogja, ke arah Mirota. Disana Tintaz masih cemas mencari-cari kunci. Aku mengusulkan untuk menelusur lagi kedalam. ~ sejujurnya aku tahu kalau ditelusur kedalam pun nggak akan ketemu. Cuma menurut pengalaman, di situasi panik begitu, akan lebih baik bila bergerak dan mengerjakan sesuatu ~. Lalu kami menelusur kedalam, lapor satpam, ke lantai 2, lapor ke bagian informasi, segala hal kami lakukan. Tapi kunci tak kunjung ditemukan.


Kami keluar lagi, dan kembali menanyai tukang-tukang parkir. "Nggak tahu," kata mereka sambil lalu. Ketika aku duduk dlosor di bawah tanaman dekat parkiran itu, ada seorang tukang parkir yang sepertinya iba dengan kami, dan berkata, "kalau kami menemukan kunci, pasti bilang kok, mbak".


Aku dan Tintaz cuma mengangguk-angguk linglung.


Setelah lama dalam kondisi bingung dan bengong di parkiran seperti artis ibukota tersesat di desa, tiba-tiba salah seorang tukan parkir mengambil kunci, dan menyerahkan kepada kami. Kata Tintaz, tukang parkirnya lupa dan kurang koordinasi. Tapi sampai sekarang yang masih terpikir dibenak adalah kami dikerjain. Baiklah, memang Tintaz sedang berperan sebagai mbak-mbak optimis dan baik hati, sementara aku kebagian peran jadi mbak-mbak antagonis saat itu.


"Ketemu di TKP, ya!"

Kembali kuulang kata yang sama, dan memacu motor ke warung Nasi Goreng Babi idola idaman kita.


Persis ketika meletakkan motor di tempat parkir. HP berbunyi, dan muncul lagi sebuah pesan:


"Aku ditabrak orang di Raminten, ses".


Terserah mau bilang aku jahat atau apa, tapi aku benar-benar geli saat itu. Sambil tertawa-tawa sendiri,kuambil motor lagi. "Nggak jadi lagi, mbak?" Tukang Parkir usil bertanya, aku masih tertawa.


Di depan Raminten, aku melihat kerumunan orang, dengan Tintaz diantaranya, dengan kaki luka-luka, maskara belepetan bekas menangis, dan tampang judes ala Soraya Montenegro ~ tau Soraya montenegro? Dia tokoh antagonis di Telenovela "Maria Cinta yang Hilang". Soraya Montenegro inilah yang membentuk standarku akan tokoh antagonis, sehingga aku nggak pernah terkesan lagi dengan tokoh antagonis ala sinetron Indonesia ~.


Aku dekati tempat kejadian itu. Semua orang yang berada disana sedang berebut bicara, kecuali: Tintaz dan sang penabrak. Entah ya, aku benar-benar malah merasa kalau mereka yang disana memperkeruh suasana. Padahal antara Tintaz dan si penabrak sudah tercapai kesepakatan memaafkan-dimaafkan dan ganti rugi, tetapi orang-orang di tempat kejadian malah sok-sokan. Semua berebut caper. Mungkin maksudnya baik, tapi serius, menjengkelkan! Dan membuat masalah yang sebenernya simpel jadi rumit.


 Kaki kanan Tintaz yang sudah diperban. 
Itu hanya bagian yang telihat. Masih banyak memar yang tertutup pakaian.



Bahkan seorang bapak *yang kemungkinan penduduk situ* tak dikenal mendadak datang, berbicara dengan suara tinggi memarahi kami, yang intinya: "Ya nggak bisa kalau mbak'e minta semua orang dijalan harus hati-hati?!! Namanya musibah kok nyalah-nyalahke! Mbak'e maunya apa tho??!!!!" Dan itu terus diulang-ulang sampai menyulut emosi kami yang berada di sana. Karena kami hanya diam dan mencuekinya, si bapak provokator semakin marah, mengeraskan lagi suaranya, sambil menunjuk-nunjuk penuh emosi, "MBAK'E ORANG MANA TO?!! RUMAHE MANA?!! TAK LAPORIN SAJA KE POLISI!!!!"


Heloooooo.... Kami ini yang di tabrak, Pak! Kalau situ lapor polisi, kami malah kasian sama mas-mas yang menabrak, yang sedang bapak sok bela-bela dari tadi. Malah habis uang banyak dia karena harus bayar polisi. Pada tau kan tingkah polisi jaman sekarang kaya apa?


Yah...mungkin memang sinetron Indonesia itu kurang seru dan masih kurang di dramatisir. Jadi masyarakat masih perlu mencari hiburan drama dengan menjadi provokator di setiap kesempatan yang ada. Cc: Raam Punjabi.


Singkat cerita, aku meminta teman menjemput untuk membawakan motor Tintaz dan mengantarnya sampai ke rumah. Tapi sungguh, semua kejadian ini membuatku tertawa terbahak-bahak. Angin nasib nggak mengijinkan kami untuk makan nasi goreng babi. Jadi aku memilih mengikuti saja. Karena kulihat nasib begitu gigihnya. Jadi aku berpikir mungkin memang ada sesuatu yang nggak boleh di langgar pada saat itu.

Dan aku masih tertawa, tersenyum-senyum mengingat kejadian hari itu, seperti orang jatuh cinta. Bukannya senang karena Tintaz luka-luka dan nggak bisa luluran. Tetapi hanya menertawakan keseriusan nasib kali ini dalam menghalangi jalan kami menuju tempat yang ingin kami capai. Mungkin nasib sedang melindungi kami dari sesuatu. Atau mungkin hanya cemburu karena kami akan melewatkan malam yang seru :))))).

Apapun itu, aku memilih untuk tertawa. Tertawa atas kuku, flasdisk, luka-luka, perut lapar, dan persahabatan pada hari itu. Dan menyimpan tangis untuk mereka yang tidak mendapatkan rejeki pada hari ini. Semoga mereka dikenyangkan, seperti kami, yang walau dengan jalan berliku, akhirnya dikenyangkan juga.


Tintaz dan teman saya yang menolongnya.
Sungguh, Ses. Bukan kepada aku kamu berhutang ucapan. Karena aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan ketika terjebak dalam situasi itu. Tapi kepadanya, yang secara sadar menceburkan diri ketika ribuan alasan untuk lari tersedia :)))))


FYI, kami memilih mencari makanan lain, yang kami lewati dalam perjalanan pulang....


NB: Dengan segala hormat, saya tidak suka membawa-bawa nama Tuhan dalam situasi sepele seperti ini. Saya sudah menerima banyak reaksi, "makanya banyakin doa dan amal," yang hanya saya balas dengan, "amalku bukan urusanmu!" Jadi bagi yang akan berkomentar dengan membawa nama Tuhan, amal, doa, dan segala atribut religius lainnya, saya tidak akan meladeni. Karena hubungan saya dengan Tuhan bukan urusan orang lain. Hubungan saya dengan Tuhan terlalu romantis untuk kalian campuri.

NB lagi: Saya menulis "nasib" dengan "n" kecil.

Wednesday, August 8, 2012

Sapaan kepada "Seakan Perindu"

sumber: http://smashinghub.com/breathtaking-nature-photos-that-refresh-your-mind.htm


Awal kisah rindu tentangmu adalah ketika kamu berkemas dengan tergesa, seakan hidupmu tinggal sehari. "Aku ingin melihat dunia," katamu. Tidakkah cukup dengan melihatku? Katamu aku yang terindah bila dibandingkan segala bunga dan gunung, bahkan semesta.

"Aku ingin membuktikan ucapanku sendiri, bahwa kamulah yang terindah. Aku akan menyelam ke danau Malawi hanya untuk mengingat rasanya tenggelam dimatamu. Dan menyusuri sungai Yangtse hanya untuk merindumu. Dan akan kuceritakan keindahanmu, sehingga Gunung Meru pun cemburu kepadamu."

Mataku mengiringimu, pergi merinduku.
"Rindukan aku.. Rindukan aku.." Bisikku.

Beginilah rasanya dirindu. Tersenyum dan menggigil menantimu. Bisikan untuk merinduku masih setia kutiupkan kepada angin. Katamu kau yang merinduku. Tapi aku yang menggigil pilu. Sampai pada suatu waktu datang ketukan di emailku: "Memang, kamu lebih indah dari Kilimanjaro".

Bila aku memang lebih indah dari segala hal, pulanglah...

Saat itu seakan angin menerpaku. Mengembalikan bisikan, "Rindukan aku.. Rindukan aku.." Tapi hanya suaraku yang terdengar. Bukan balasan darimu. Hanya pesan yang tak sampai. Dan kembali kepada asal. Dan kesadaran perlahan bergulir.

Kita ini sama dalam banyak hal. Aku menginginkan dirindu. Kamu menginginkan 'seakan merindu'. Kamu tidak merinduku. Kamu hanya menyukai cerita tentang merinduku. Aku mencintaimu, dan kamu mencintaimu juga. Kamu mencintai dirimu yang seakan merinduku. Selamanya aku akan bersaing dengan dirimu. Untuk merebutmu.


Email tentang Kilimanjaro mungkin sudah berdebu, tertimbun beragam kejadian dan keadaan. Tapi dimalam ketika bulan seakan hanya sejengkalan, mendadak aku mengingatmu, sang Perindu.

Lalu kuberanikan menyapamu

Hai...
Bagaimana kabarmu?
Kabarku baik, tapi pasti kamu tidak terpikir bahkan untuk sekedar memikirkanku.
Tapi tak mengapa. Tetap kusapa kamu,
"hai.."
Tetap kuberitahu bahwa kabarku baik, aku bahagia dalam segala hal yang tidak terkamu...
{send}

Thursday, August 2, 2012

Pria Manipulatif

gambar diambil dari: http://butterfliescollections.blogspot.com
Lagi-lagi saya menemui jenis pria seperti ini.

Seperti apakah pria manipulatif itu? Akan saya ceritakan sekilas

...

Di suatu kantor, ada mbak-mbak yang oke punya. Secara akademis dan kemampuan kerja dia oke punya lah. Dia senior saya, baik secara kedudukan di kantor maupun secara usia. Seniooorrr banget. Terpaut 5 tahun dari saya, tapi dia belum menikah. Kita sebut saja mbak Monik bukan nama sebenarnya.

Bukannya mau mengejek atau merendahkan, tetapi saya harus bilang disini bahwa, walau secara pekerjaan dia oke punya, tapi secara fisik dia kurang oke punya. Oke, saya setuju bahwa setiap wanita selalu punya sisi oke dalam dirinya. Dan setiap wanita cantik dengan caranya masing-masing. Tapi untuk keperluan cerita ini, saya pun harus jujur kalau secara fisik, penampilan, dan bahasa tubuh, mbak Monik bukan tipe yang akan menarik bagi lawan jenis kebanyakan.

Tapi ya itu tadi, mbak Monik oke banget di pekerjaan. Omset pribadinya gila-gilaan. Mungkin ada kali kalau lima kali diatas gaji staff normal karyawan Jogja. Dan dia otomatis jadi aset penting di perusahaan tempat kami bekerja.

Dan sebutlah mas Andi bukan nama sebenarnya, salah satu karyawan di tempat kami berkerja juga. Dia sih rata-rata aja kalau dari sisi pekerjaan. Rata-rata banget deh, nggak menonjol. Yang bikin dia menonjol adalah penampilannya yang dandy, klimis, nyrempet-nyrempet gantheng, bercambang tipis, dan ngaku-ngaku single. Paling nggak, menonjol diantara para karyawati deh.

Belakangan ini prestasi mas Andi terdongkrak naik lumayan heboh...

Dan bersamaan dengan itu, saya melihat suatu gelagat aneh.

Mbak Monik jadi sering sekali mendekat ke mas Andi, dan sesering itu pula di tepis atau dijauhi. Dan mulai beredar gosip bahwa mbak Monik mengejar-ngejar cinta mas Andi. Yang mana gosip itu sebenarnya di panaskan sendiri oleh mas Andi. Mas Andi sering obral cerita, sok curhat lah istilah kerennya, bahwa mbak Monik bikin dia risih.

Orang sekantor jadi kasian sama mas Andi, dan sebel sama mbak Monik. Tapi dari awal saya mencium bau-bau tidak sedap nih. Dan jujur dari awal pun saya sudah agak alergi sama mas-mas semacam mas Andi yang sok gantheng dan tebar pesona kemana-mana.

Dan cerita punya cerita, bangkai mau dibungkus rapet juga lama-lama kecium baunya.

Suatu hari, mungkin karena tidak tahan lagi memendam perasaan sesak, mbak Monik nangis gero-gero di kantor. Kaya histeris gitu. Dia luapkan semuanya...

Jadi mas Andi memang mendekati dan nembak mbak Monik di luar kantor. Mbak Monik dirayu, di janji-janji manis, di belai, di anu-anu lah pokmen duiluar sana. Tapi mbak Monik nggak boleh bilang ke orang kantor, dengan alasan: banyak yang naksir mas Andi, mas Andi takut mbak Monik diapa-apain sama ceweq-ceweq yang naksir mas Andi. Karena cinta, mbak Monik setuju. Karena cinta juga, mas Andi minta laptop baru mbak Monik belikan. Bahkan karena cinta, sebagian besar pekerjaan mas Andi dikerjakan oleh mbak Monik.

Kami semua berkomentar: "Mbak, sampeyan itu dimanfaatno. Kok mau? Sudah, sudah, lanangan kaya gitu ndak usah di deketin lagi".

Saat itu mbak Monik iya iya aja.

Tapi besoknya, ya kembali lagi seperti pada awal mula. Mbak Monik seolah-olah naksir berat mas Andi, dan mas Andi seolah-olah menghindari. Ada yang berbaikhati memperingatkan mbak Monik, tapi malah dituduh mau merebut mas Andi dari mbak Monik.

Kalau kami menduga, di belakang layar, mbak Monik sudah dielus-elus lagi sama mas Andi. Di beri alasan-alasan kenapa mas Andi harus jaga jarak, di janji-janji manis mau dinikahin.

Ceritanya dimanfaatkan

.....

Kenapa saya bisa tahu dari awal pola tersebut? Soalnya saya pernah terjebak pada pola yang sama. Dulu waktu saya masih muda. Masih kinyis-kinyis belum mudeng apa-apa. Nggak persis seperti itu, tapi polanya mirip. Dan puji Tuhan saya masih diberi akal sehat dan hati nurani, sehingga nggak terlalu lama terjebak. Nggak terlalu lama untuk menjadikan saya trauma, tetapi cukuplah untuk saya jadikan pelajaran hidup.

Semoga para reader yang terjebak dengan pria/wanita manipulatif bisa segera tersadar dan kemudian move-on. Sehingga semua spesies manipulatif di muka bumi ini punah.

Wednesday, July 11, 2012

Pernah nggak ditembak orang lain saat kita sudah punya pacar?

http://jillykezia.blogspot.com


Berhubung saya habis dilamar, jadi saya lagi seneng-senengnya cerita soal mas Pacar. Bahkan di blog sebelah pun saya cerita tentang dia. Gini ini lho, rasanya kasmaran. Yang jomblo mana, yang jomblo? Ohh...lagi jongkok hadap tembok di kebun belakang? Ya wis lah. Puk-puk saya untuk anda sekalian :D

Tapi kali ini saya akan cerita dari sisi yang berbeda...

Pernah nggak ditembak orang lain saat kita sudah punya pacar?

Saya pernah. Beberapa kali malah. Bahkan itu kayaknya jadi seninya hidup saya. Kalau saya pas jomblo, nggak ada yang mendekat. Tapi kalau saya pas punya pacar, seolah-olah kecantikan mbak Monica Beluci pindah ke saya, trus adaaa aja yang ndeketin saya.

Tapi pernah nggak, ditembak orang yang disukai pada saat sudah punya pacar? :D

Wah...rumit ini. Tapi lagi-lagi saya pernah. Bukannya saya sok laku. Saya nggak laku-laku amat kok. Beneran deh. Wajar-wajar saja. Cuma memang saya mengalami pengalaman menarik ini.

Beberapa bulan yang lalu saya terlibat dalam suatu proyek perbaikan sistem akuntansi di suatu kantor. Kalau sedang proyek kaya begini, dijamin deh badan remuk redam karena pagi sampai malam harus memeras otak. Tenaga habis terkuras. Dan harus intensif bertemu orang-orang satu tim selama selang waktu pengerjaan proyek. Kalau teman satu tim ngeselin dan boring, ya bakalan jadi proyek neraka. Kalau temen satu timnya asik, ya bakalan jadi temen deket baru.

Dan adalah seorang laki-laki menarik terselip diantara teman-teman satu tim yang ngeselin a-bitch...

Dia nggak gantheng, tapi nggak jelek. Nggak tinggi tapi nggak pendek. Nggak dewasa-dewasa amat, tapi juga nggak childish. Nggak item, tapi juga nggak putih. Nggak baik hati juga, tapi...ya emang nggak baik hati ding. Tegaan banget orangnya. Apalagi kalau sama orang yang DDR alias Daya Dong Rendah. Suka ngepret semena-mena.

Tapi dia menarik dan punya senyum yang lucu :D

Lho, sudah punya pacar kok lirik-lirik cowok lucu?

Pak, Bu, saya nggak ngelirik lho. Itu mas-mas lucu terpaksa selalu muncul di depan saya. Dan menurut saya, ya sah-sah saja saya melirik cowok lain. Selama masih bisa jaga sikap dan jaga hati, masih menghormati mas Pacar yang sedang sibuk cari uang di belahan dunia sana. Intinya, nggak papa ngeceng selama masih eling lan waspada.

Terus apa yang dilakukan kalau sudah tertarik begitu?

Ya nggak gimana-gimana. Ya berteman saja sewajarnya. Memperkenalkan diri apa adanya, apa adanya kalau saya ini sudah punya Tunangan dan nggak berniat nganu-nganu lagi sama yang lain. Berteman masih boleh, kan? Menurut saya, boleh banget. Walau sudah punya suami dan anak sekalipun, berteman ya boleh. Malah sangat dianjurkan membangun relasi dan tali silaturahmi sebanyak mungkin, karena kan lebih banyak manfaat daripada mudaratnya.

Jadi kami berteman. Mengerjakan proyek bersama-sama. Hampir setiap hari bertemu dari pagi sampai malam. Ya nggak berdua aja. Bersama teman-teman satu tim yang lain pula. Dan sering pula bersama bos besar. Terkadang sampai menginap bersama.

Pacar gimana kabar?

Berhubung pacar jauh, ya pacar jatahnya cuma malem pas diranjang. Maksudnya, pas mau bobok kami telpon-telponan. Cerita-cerita. Sayang-sayangan via telpon. Yang jomblo mana?? Oh...lagi nyiapin tali gantungan. Okesip.

Sampai akhirnya di tengah-tengah proyek, saya baru tahu. Si mas-mas bersenyum lucu ternyata juga menganggap saya lucu. Tur rodo wagu, katanya >'<. Iya, dia bilang aja ke saya gitu :D. Katanya dia tahu saya sudah mau menikah. Tapi apa daya katanya saya terlalu lucu untuk dilewatkan. Katanya lagi, lebih baik diomongin daripada ada ganjalan di hati. Dia tahu dia pastinya di tolak, tapi yang penting pesan tersampaikan.

Bagaimana perasaan saya?

So sweet banget deh rasanya, kaya balik ke masa ABG lagi :D

Pacar tahu nggak kejadian ini?

Tahu.

Apa reaksi dia?

Ketawa aja. Malah semangat nanya-nanya: "gimana nembaknya? Romantis nggak?" Hihihi...mungkin dia semangat ya, pacarnya ternyata masih memenuhi selera pasar :D.

Bagaimana saya menanggapinya?

Nah, ini lebih rumit lagi :D.

Sejujurnya, kalau posisi saya saat ini belum punya pacar. Mas-mas lucu tersebut adalah tipe saya. Tolong dicatat ya: saya nggak naksir sama mas-mas lucu tersebut. Ya cuma lucu aja, suka aja. tipe saya gitu. Tapi nggak yang bikin hati deg-deg ser mak tratap.

Karena saya suka dengan dia, saya nyambung ngobrol dan gila-gilaan bareng dia, tentunya saya nggak mau dong kehilangan dia sebagai teman. Jadi saya bilang saja, kalau yak dia benar! Saya ini sudah punya Tunangan. Tahun depan nikah, dan rencananya mau langsung bikin anak. Sekarang sudah belajar sedikit-sedikit cara-cara dan tehnik bikin anak yang enak dengan membaca berbagai artikel. Dan rencananya saya mau punya anak lima. #toomuchinformation?

Tapi berapapun jumlah anak saya, saya tetap akan membuka hati dan diri saya untuk sebuah persahabatan. Saya bilang kalau dia tetaplah mendapatkan tempat di hati saya sebagai seorang sahabat. Kalau saya punya suami kelak, suami saya akan menggapnya sahabat, dan anak saya akan memanggilnya om :).

Di sinilah saya merasa bersyukur banget diberikan oleh Tuhan pacar yang begitu pengertian seperti pacar saya. Dia oke-oke saja saya berteman dengan siapa saja, dan nggak pernah keberatan bersikap ramah kepada teman-teman saya. Dia percaya sepenuhnya sama saya.

Kalau pacar sudah 100% percaya begini, mana bisa sih berpikir untuk nggak setia? Saya sih nggak bisa. Saya malah semakin menghormatinya dan nggak ada sedikitpun rasa kepingin nggak setia. Suatu saat saya masuk surga sepertinya...

Sudah ah.. intinya saya cuma mau pamer kalau saya punya pacar paling pengertian sedunia. Dan bahwa nggak papa kita tertarik sama orang lain. Hal itu bukan berarti nggak setia. Justru saat kita tertarik dengan orang lain, ada kesempatan selebar-lebarnya untuk melakukan sesuatu yang curang, tetapi kita memilih untuk tetap menjaga sikap, ITU NAMANYA SETIA :D.

Kalau ada yang bilang, selingkuh kan bisa dengan hati. Kalau masih di taraf hati menurut saya ya nggak selingkuh ah.. Siapa yang bisa mengatur kita mau suka sama siapa? Tapi kita bisa mengatur bagaimana sikap kita ke siapa.

Dan bagaimana perasaan saya sekarang?

Seperti biasanya. Masih tetap berteman dengan mas-mas lucu, sesekali kerja bareng, sesekali hangout bareng. Dan masih tetap cinta setengah mati sama pacar saya :D.

Wednesday, June 6, 2012

:(

Di tepi cabikan hidupku,
sekonyong-konyong pupus jiwa ini terbawa angin ke barat,
jatuh di lembah waktu.
Malam bertemu gelap dan basah,
lembab air mata membuat mimpi-mimpiku berjamur.
Mentari senja semakin mengabur,
dan aku hanya bisa meratapi temaramnya yang lamat-lamat,
tanpa berharap semburatnya memberikan hangat.
 
 
Kadang kesedihan seperti ini tidak bisa dibagi, bahkan kepada orang terdekat. Cukuplah untuk tahu kalau aku sedih. Tampung saja tangisku dalam diam, sambil diam-diam mengusap punggungku yang sesenggukan. Karena sahabat sejati akan menawarkan pelukan meski tahu bahwa dia dipandang tidak pantas untuk paham.


Dalam kesedihan

Saturday, June 2, 2012

Salah satu film yang menggambarkan masa perang yang berhasil membuat saya ngeri selama berhari-hari

Selamat datang bulan Juni :)


sumber: http://hiburan.kompasiana.com/film/

Walau saya nggak suka ke Bioskop, tapi saya suka menonton film. Dan saya suka sekali film yang base on Sejarah. Sekalian menonton film, sekalian kita belajar mengenai apa yang telah terjadi di waktu lampau. Sejarah itu penting untuk pembelajaran. Kalau kita mau instropeksi dan menengok ke belakang, kita bisa belajar untuk nggak mengulang kesalahan-kesalahan yang sama di masa lalu.

Lebih spesifiknya, saya suka film pada masa-masa peperangan.

Menyukai film masa perang bukan berarti saya cinta kekerasan. Setiap kali saya menonton film masa perang, setiap kali pula saya mengutuk kekerasan. Film-film ini terus mengingatkan saya bahwa kekerasan masih banyak terjadi di sekitar kita, dan terus membuat saya untuk bermimpi mengenai dunia yang damai dan penuh toleransi.

Terkadang saya capek bahkan untuk sekedar berkhayal. Rasanya dunia yang selalu menghadirkan kekerasan ini nggak bisa lagi disembuhkan. Susah memutuskan rantai setan yang menghubungakan kekerasan dan  kekuasaan, karena kekerasan yang terjadi jelas berkaitan dengan banyak hal dan banyak pihak. Rasanya kita nggak bisa lagi percaya kepada siapapun, bahkan kepada orang-orang yang di gaji dengan pajak yang kita bayar untuk melindungi kita.

Ketika nafsu untuk berkuasa muncul, seringkali nyawa dan kebebasan orang lain nggak ada harganya.

Tapi kalau saya ~yang masih muda~ capek, apalagi orang lain? Saya terus berkata pada diri sendiri untuk nggak capek bilang benci kekerasan. Meski dianggap aneh, meski dianggap lebay.

Film terakhir yang saya tonton adalah: Flowers of War.

Itu benar-benar film yang mengerikan.

Bukan, maksud saya bukan film yang jelek. Itu film yang bagus. Saking bagusnya menggambarkan kekejaman masa perang sampai-sampai membuat saya ngeri dan terbayang-bayang terus. Film itu menggambarkan kondisi China pada tahun 1937, ketika Jepang menduduki kota Nanking. Sebuah tragedi kemanusiaan dunia yang dikenal dengan nama: Rape of Nanking.

Saya tidak pandai menceritakan mengenai film. Tapi Flowers of War adalah cerita mengenai indahnya pengorbanan di tengah-tengah kekacauan dan kekejaman. Bahwa masih selalu ada sekelumit kemanusiaan disaat kita putus asa berada di tengah-tengah kekejaman.

Tapi bagi yang tidak tahan dengan adegan perkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan brutal, lebih baik lewati saja film ini :).



Oh, bagi yang belum pernah mendengar mengenai Rape of Nanking (masa sih?) bisa dibaca disini.

Saturday, May 19, 2012

Berada dimana kamu pada bulan ini tepat 14 tahun yang lalu?

popmilk.multiply.com

Saya sering diejek dan dikerjain oleh teman saya soal fobia saya akan ruangan tertutup dan gelap.

"konyol," kata mereka.

Saya yang berbadan besar dan berkarakter judes-judes asoi masa iye takut sama ruangan gelap? Tapi nggak banyak sih yang tahu apa penyebabnya. Mereka cuma tahu saya cemen karena takut gelap. Ya iya sih, saya cemen. Dan sekarang, saya mau cerita asal muasal kecemenan saya ini.

Pertanyaan khusus untuk pembaca WNI, "berada dimana kalian 14 tahun yang lalu?"

~saya sok iye banget sih, "khusus WNI". Kaya ada yang baca blog galau aja :D

14 tahun yang lalu saya masih SMP, dan berada di Solo.

Rumah orang tua saya di Solo. Bukan Solo sih tepatnya, tapi di pinggir kota Solo, dekat Kartasura. 14 tahun yang lalu, terjadi kerusuhan besar-besaran di seluruh pelosok Indonesia. Saya masih terlalu muda untuk paham apa sebabnya. Tapi saya sudah cukup umur untuk bisa merasakan kengerian yang menyelimuti kota. Bayangkan saja, kalau kamu tinggal di sebuah kota kecil yang nyaman dan damai, lalu pada suatu ketika, BOOMM!!! Kerusuhan terjadi. Pembunuhan, perkosaan masal, penjarahan, penyiksaan dimana-mana.

Ada beberapa jenis orang yang bisa dilihat waktu itu:
  1. Orang yang meminta tolong alias korban
  2. Orang yang kesurupan dan melakukan hal-hal biadab
  3. Orang yang bingung dan ketakutan
Saya dan keluarga saya rasanya termasuk golongan ketiga. Syukurlah diantara kami nggak ada yang menjadi korban maupun perusuh (sungguh saya bersyukur sedalam-dalamnya kepada Tuhan atas keadaan ini, tanpa mengurangi perasaan duka saya terhadap para korban). Tegang sekali rasanya waktu itu.

Saya nggak akan menceritakan detail yang terjadi, karena pasti sudah banyak cerita yang beredar. Saya cuma mau cerita yang saya rasakan saat itu.

Terbayang nggak? Berada dirumah, mendengar teriakan-teriakan dan ketakutan ditengah kota yang berkecamuk?

Salah satu yang terlihat jelas dari sisi rumah saya adalah bioskop yang terbakar. Bioskop itu sedang memutar film, jadi ya wajar kalau banyak orang. Para manusia kesurupan menutup semua jalan keluar dari bioskop. Saat orang-orang terkunci dan panik di dalam, mereka membakar gedung bioskop, bersama orang-orang yang terkunci didalamnya. Lalu teriakan menggema di langit sore itu.

Saya nangis ndeprok waktu melihat asap mengepul dan kemudian lamat-lamat mendengar cerita itu. Orang-orang mengira saya anak kecil yang ketakutan. Iya sih, saya takut. Tapi lebih ke marah. Bahkan pada usia semuda itu saya tahu kalau mereka yang berada di dalam bioskop itu korban, tidak tahu apa-apa. Dan mereka yang kesurupan itu biadab. Sungguh biadab!

Sampai saat ini, bila berada di ruang tertutup yang gelap, nafas saya seakan terhenti. Dada saya sesak rasanya dan air mata saya mengalir. Kalau kata teman-teman dari fakultas Psikologi: saya menderita fobia gelap. Saya nangis nggak bisa ditahan. Soalnya saat berada dalam situasi tertutup dan gelap, yang terbayang adalah kejadian 14 tahun silam.

Ah...kekerasan itu dampaknya bukan hanya luka fisik. Tapi dampaknya lebih dalam dan lama. Bahkan anak kecil yang terpaksa menyaksikan kekerasan akan terus merasakannya hingga dewasa.

Dan sampai kini saya masih terus bertanya-tanya. Mereka para pelaku kekerasan 14 tahun silam, bagaimana perasaan mereka sekarang? Berada dimana mereka sekarang? Apakah sekarang mereka tetap melakukan kekerasan, hanya saja sekarang mereka menggunakan alasan dan kedok yang lain?

Bagaimana mereka mengajarkan mengenai cinta kasih dan toleransi kepada anak-anak mereka?

Indonesia 14 tahun yang lalu, disiksa karena perbedaan suku.

Indonesia kini, disiksa karena perbedaan keyakinan.

Bukan hanya siksaan fisik. Tapi siksaan mental dan intelektual juga, dalam bentuk pembatasan, pelarangan, dan pengkotak-kotakan yang semena-mena. Kalau saya punya anak nanti, akankah saya bisa melindunginya dari kemungkinan terjangkit fobia karena menyaksikan kekerasan?

Kapan ya, manusia bisa berevolusi sempurna dan bertindak selayaknya citra Tuhan? Bukan bertindak seperti binatang seperti sekarang...

Sunday, May 6, 2012

Sebenarnya saya hanya berniat bercerita tentang pertemuan saya dengan aktivis lingkungan hidup yang merokok, tapi kemudian saya terbawa perasaan dan malah berbicara mengenai kekerasan.

oktomagazine.com


Apakah kamu seorang perokok?

Saya tidak merokok. Tapi saya juga bukan pembenci perokok.

Di postingan saya sebelum-sebelumnya, saya pernah mengatakan bahwa saya benci terhadap orang yang fanatik berlebihan terhadap suatu hal. Apapun hal itu! Terkadang seseorang menjadi gila dan bertindak merusak dan menyakiti orang lain, ketika melihat orang lain berbuat dosa. Kenapa? Sejujurnya, hal itu tidak masuk sama sekali dalam logika saya. Sampai sekarang saya masih terus bertanya-tanya: mengapa orang membunuh sesamanya yang berbeda agama atau keparcayaan? Mengapa orang bisa begitu benci terhadap kaum gay dan lesbian? Mengapa orang-orang harus mengarak bugil dan memukuli orang yang kedapatan berada di rumah bordil? Bukankah itu bukan urusan mereka? Kalau hal yang mereka lakukan dianggap dosa di mata Tuhan, kenapa orang-orang itu yang ketakutan dan menjadi gila lalu berbuat kekerasan?

Bagi saya, kalau menurut saya perilaku seseorang itu berdosa, biarlah itu menjadi urusannya dengan Tuhan. Kalau Tuhan begitu membenci perilaku mereka, biar Tuhan yang mengurusnya. Tugas kita sebagai manusia adalah mencintai sesama, bukan menghakimi.Siapa kita sampai bisa besar kepala dan menganggap diri sendiri adalah perpanjangan tangan tuhan?

Saya benci orang munafik, yang berkata bahwa mereka membenci orang yang melanggar perintah tuhan, tetapi mereka sendiri juga melakukan kekerasan yang juga berarti melanggar perintah Tuhan.

Saya tidak benci berlebihan, apalagi mempunyai keinginan membunuh terhadap seseorang yang berbuat dosa terhadap Tuhan. Tapi saya sangat tidak suka dan merasa terganggu bila seseorang melakukan sesuatu yang merugikan/mengganggu orang lain.

Wow, saya sebenarnya tidak bermaksud menulis tipok seberat dan sesensitif itu. Tapi mendadak saja mengalir, karena topiknya sedikit berhubungan. Sebenarnya saya ingin berbicara mengenai Rokok.

Bagaimana pendapatmu tentang perokok?

Saya tidak membenci perokok, meski saya bukan perokok. Pacar saya, teman dekat saya, teman-teman saya, bahkan beberapa orang di keluarga saya adalah perokok. Saya bisa menghormati mereka selama mereka juga menghormati saya. Dan selama ini, mereka bisa menghormati keputusan saya untuk tidak mengotori paru-paru saya dengan rokok, dengan cara tidak merokok di dekat saya apabila saya keberatan. Mereka juga tidak merokok di dekat anak kecil, tidak merokok di kawasan bebas rokok, tidak membuang puntung rokok di sembarang tempat. Jadi saya tidak punya alasan untuk protes.

Tetapi beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang mbak-mbak perokok. Nggak masalah sebenarnya, kalau dia hanya merokok saja. Bahkan kalau dia merokok di depan saya, dan saya merasa terganggu, saat itu saya akan memilih untuk diam dan mengalah. Karena saya tidak ingin menciptakan keributan dengan orang yang tidak dikenal.

Tapi lalu di mulai mengajak saya berbicara. Dan tebak tentang apa? Tentang lingkungan hidup! Ternyata dia tergabung dalam salah satu komunitas sepeda. Saya tidak tahu juga apa yang membuat dia mengajak saya berbicara, padahal kami hanya kebetulan sama-sama antri ATM. Mungkin karena bosan dengan antrian yang mengular.

Dia memulainya dengan bertanya, mengapa saya memilih mengendarai kendaraan bermotor?

Saya menjawab, karena praktis saja. Saya butuh alat transportasi yang cepat dan nyaman untuk mobilitas saya sehari-hari.

Lalu dia mengangguk-angguk. Menyalakan rokok, dan merokok dengan santai didepan saya. Saya otomatis menutup hidung dengan tangan dan mengernyitkan dahi. Itu benar-benar spontan. Bayangkan ada orang yang tiba-tiba menyalakan rokok dihadapanmu, menghadap kearahmu.

Lalu dia mulai bercerita bahwa asap kendaraan bermotor itu merusak lingkungan, bahwa dia dan komunitas memilih sepeda sebagai alat transportasi karena lebih ramah terhadap lingkungan.

Saya menjawab, "wah, bagus itu mbak. Mungkin memang gerakan bersepeda harus didudukung. Saya tertarik untuk bersepeda kapan-kapan. Mungkin saya akan latihan dulu karena bersepeda itu butuh kebiasaan. Tapi bisa minta tolong matikan rokoknya, mbak? Saya terganggu dengan asap rokokmu".

Saya mengucapkannya sambil tersenyum dan dengan nada ramah.

Tapi si mbak-mbak aktivis lingkungan hidup mengabaikan saya. Dan terus asik berceloteh mengenai lingkungan, mengenai sampah industri, mengenai polusi karena kendaraan bermotor, dan tentu saja tidak lupa mengkritik orang-orang yang egois dan memilih memakai kendaraan bermotor untuk transportasi dalam kota.

Iya sih, mungkin bagi para pesepeda itu, kesehatan dan kenyamanan pernafasan saya sangat tidak penting bila dibandingkan dengan pepohonan.

Sekali lagi, saya tidak membenci aktivis lingkungan hidup atau komunitas sepeda. Bahkan pacar saya adalah seorang anggota komunitas sepeda juga. Dia sering mengajak saya bersepeda di minggu pagi. Tapi, lihat kembali tulisan saya yang paling atas. Saya benci orang munafik. Ironis sekali kan, mengkritik seseorang karena orang tersebut menggunakan kendaraan bermotor yang asapnya mencemari lingkungan, tapi dia sendiri sambil membawa rokok?

Hahahaa...

Obrolan terputus karena si mbak masuk ke bilik ATM, dan saya menunggu diluar. Dan saya menghembuskan nafas lega. Obrolan selesai. Saya benar-benar sedang tidak ingin berbicara atau beradu pendapat dengan orang-orang semacam itu. mungkin di situasi lain, saya akan dengan senang hati berkenalan dan ngobrol dengannya. Tapi hari itu sangat panas, dan saya masih banyak urusan.

Ternyata, kasus belum ditutup. Saat keluar, masih dengan menenteng rokok, dia mengarahkan jari kepada saya dan berkata, "ingat, cintai lingkunganmu. Bijaklah dalam memilih alat transportasi."

Karena saya orang yang menyebalkan dan tidak mau kalah, maka saya balas mengarahkan telunjuk dan berkata: "kamu juga. Cintai lingkunganmu. Bijaklah dalam memilih cara untuk bersenang-senang. Setidaknya pakailah cara yang tidak berasap. Dan hei, setidaknya saya tidak mengarahkan knalpot motor saya langsung ke muka kamu."

Dan orang-orang di sekitar kami tertawa mengiringi kepergiannya.

Monday, April 30, 2012

Friday, April 27, 2012

Mendingan beli Barang Second daripada Barang KW!!! Say No to KW!

http://agendabandung.com

 
Ada yang tergila-gila garage sale disini?

Saya maniak garage sale :D.

Mungkin bagi sebagian orang, apalagi ceweq akan sangat "euuhh yeuk," *sambil meringis jijik* ketika mendengar kata garage sale. Bahkan salah seorang teman saya ada yang bilang, "kaya nggak mampu beli yang baru aja". Hmm..kalau memang nggak mampu, memangnya kenapa? :D

Saya cinta banget sama Fashion dan Make-up. Tapi saya nggak mau menjadi orang yang saking kecanduan sama sesuatu, sehingga mencurahkan sebagian besar uangnya untuk hal tersebut. Saya masih punya banyak kebutuhan lain, diantaranya saya harus menabung, kan? Saya punya cita-cita membina rumah tangga yang bahagia dan sehat bersama pacar saya :D. Dan itu tentu saja melibatkan proses pembuatan anak, memiliki anak, dan membesarkan anak. Anak butuh makan, biaya pendidikan, belum lagi kalau anak saya ternyata ketularan mamanya yang centil jadi pecandu makeup dan fashion ^^, akan makin banyak biaya yang harus dikeluarkan. Membahagiakan anak juga cuma salah satu hal, masih banyak kebutuhan-kebutuhan lain. Itulah kenapa saya harus menabung, dan nggak mau menghabiskan terlalu banyak uang sekarang.

Tapi saya suka sekali baju-baju lucu itu. Dan makeup mahal juga :(.

Untuk bisa mendapatkan baju-baju lucu dan makeup mahal tapi masih on budget, saya kadang suka blogwalking ke beauty blog-beauty blog. Saya sering sekali menemukan barang-barang prelove atau second fashion item dengan kondisi yang masih sangat bagus (baru dipakai sekali dua kali), dengan harga yang sangat-sangat dibawah harga pasaran. itulah kenapa saya juga cinta dengan komunitas Beauty Blogger :). Selain blogwalking, saya juga suka jalan-jalan ke Flea Market-Flea Market di berbagai kota. Seringkali diantara tumpukan yang tidak terdisplay dengan baik ^^ tersebut, saya menemukan barang bagus, nggak jarang juga barang bermerk, dengan harga *ahem* sangat terjangkau.

Beberapa orang sih mengaku gengsi. Tapi gengsi kenapa ya? Beberapa orang yang mengaku gengsi beli barang di flea market itu malah memilih untuk memakai barang palsu atau KW (Pfffttttt...). Jujur, saya sih mending beli barang second daripada barang palsu. Saya lebih malu pakai barang palsu daripada pakai barang second. Karena dengan beli barang palsu (tas, baju, dan lain-lain), itu berarti kita nggak menghargai karya seseorang. Hal kecil saja, misalnya, kita marah kan kalau melihat tweet kita di copy paste oleh orang lain? Nah..itulah! Kalau yang kaya gitu aja marah, bayangkan aja kalau design tas atau baju kita di copy paste orang lain. Saya sih nggak mau mendukung tukang plagiat. Jadi, say no to KW. Mau KW 1, KW 2, KW 3, sampai KW super, tetep aja KW. Palsu!

Itu baru baju atau item fashion. Lha, kalau kosmetik? Selain nggak menghargai si pencipta asli, mau pakai kosmetik KW yang nggak jelas bahan-bahan yang terkandung didalamnya? Namanya KW pasti ilegal donk ya, nggak mungkin secara standart kesehatan sudah diverifikasi. Kalaupun ada nomor BPOM, sudah bisa dipastikan itu nomor BPOM palsu. Masih banyak sih kosmetik yang aman dan murah. Nggak perlu beli barang palsu. Lagian, masa cakep-cakep pakai kosmetik KW. Nggak jadi cakep ah, muka KW gitu :D *Jadi kalau saya ini, muka second? Abaikan*. Kalau nggak mampu beli kosmetik mahal, ya beli aja yang murah tapi jelas aman. Atau nungguin preloved juga nggak dosa sih. Jadi sekali lagi, say no to KW!

Dan terkadang saya berpikir-pikir nih, apa salahnya memakai barang second? Bukannya bagus ya? Mengurangi sampah industri yang kian hari semakin menumpuk dan membuat bumi kita nggak nyaman. Toh barang-barang yang dijual juga masih sangat bagus dan sangat layak untuk dipakai. Sayang banget kalau di buang kan?

Di luar negri, sebenarnya Garage Sale ini sesuatu yang biasa. Mereka melakukan itu karena nggak kepingin melihat barang yang masih bagus terbuang cuma-cuma, bukan masalah mampu nggak mampu beli yang baru. Kenapa harus membuang sesuatu yang masih layak dipakai? Cuma memang sih ya, orang Indonesia emang rata-rata gengsinya gede. Eits..jangan protes! Gengsi tinggi orang Indonesia itu nggak selalu negatif. Tapi untuk yang satu ini (masalah malu pakai barang second) menurut saya adalah sisi jeleknya.

Kalau mau jeli melihat sekitar, sebenernya banyak banget barang bagus second yang dijual. Dan juga banyak lho event-event yang mewadahi garage sale ini. Diantaranya event yang akan di buat oleh @LadiesDay_Event pada tanggal 10 Mai di Own Cafe Sagan, yogyakarta. Disana kita bisa melihat banyak barang yang lucu-lucu dan menarik, yang sangat sayang kalau dibuang. Saya juga akan berada di sana, lho ^^. Jadi mungkin kita bisa kopi darat dan ngobrol-ngobrol asik disana :).

Sampai ketemu di garage sale.. :D

Wednesday, April 25, 2012

Saya Belum Bisa Meninggalkan Blog Ini, dan Kali Ini Ingin Bercerita Mengenai Oom-Oom Senang

http://ichur.com/page/8/


Wah, ternyata saya nggak bisa meninggalkan blog galau saya yang satu ini (__"). Dan memutuskan untuk tetap memelihara dua buah blog. Walai di blog sebelah pada post ini, saya menulis bahwa hanya akan aktif menulis di Racun Warna-Warni saja. Becoswat? Becos ternyata banyak sekali yang masih ingin saya ceritakan diluar makeup, dan yang nggak mungkin saya ceritakan di beauty blog, walaupun itu juga merupakan blog pribadi saya.

Saya berusaha menampilkan diri saya apa adanya baik di blog ini maupun blog itu, tapi di Racun Warna-Warni, entah kenapa, kok saya merasa punya batasan-batasan tertentu yak? Ada hal-hal yang nggak mungkin bisa saya ceritakan di beauty blog. Contoh saja ya:

Minggu lalu saya janjian dengan teman-teman untuk nongkrong-nongkrong di suatu cafe di Jogja (maap namanya disensor). Tapi seperti biasa, teman-teman saya mengikuti waktu WIB, Waktu Indonesia Bersuka-suka, jadi suka-suka mereka, janjian jam 8 suka-suka kalau mau datang jam 11 *toyor satu-satu*. Jadi malam-malam jam 8, saya sampai duluan di cafe. Dan tebak, cafenya sepi. Saya memilih lantai dua, karena lebih privat untuk acara ngobrol nggak sopan plus cekakak-cekikik biadab bersama teman-teman saya yang bar-bar.

Lantai dua cuma ada saya dan satu orang mas-mas berkumis tipis (om-om lebih tepatnya) yang sedang asik mantengin layar laptop. Setelah mencatat pesanan rewel saya (mie-nya jangan kelembekan, jus melonnya gag dikasih gula, pakai sumpit jangan sendok, bla bla bla) si waiterpun turun kebawah, karena dapurnya di bawah. *apakah perlu saya jelaskan untuk apa waiter turun kebawahh???*.

Kembali saya berduaan dengan om-om berkumis tipis.

Saya membuka laptop saya, dan berselancar di dunia maya. Saya cuekin om-nya, lagian nggak gantheng dan kelihatannya nggak bawa duit. #eh? Tapi si om mendekati saya dan menyapa, "selamat malam". Ya sebagai anak yang baik, saya harus sopan dong terhadap bapak-bapak yang menyapa. Lalu saya jawab, "malam, Pak. Maaf ada apa ya?" Saya sengaja memanggil "pak" dan bertanya "maaf ada apa" untuk menciptakan batasan. Mengerti? Bagus.

Ternyata si Om eh Bapak malah duduk di depan saya, dan mengajak saya ngobrol ngalor ngidul. Saya cuma "hehe", "hmmm", "oh", pokoknya bereaksi jengah, untuk menyatakan saya tidak tertarik dan merasa terganggu. Obrolan sempat terputus oleh waiter yang mengantarkan pesanan saya. Mungkin karena merasa dicuekin habis-habisan, si om akhirnya berkata:

"Begini, mbak. Saya sih nggak pengen basa-basi kelamaan, soalnya mbaknya juga kayaknya nggak tertarik dengan hal lain. Jadi langsung saja ya, kita ngomongin harga. Harga seperti biasanya kan?"

WHAT THE.........

Nah, pada titik ini perhatian saya langsung tertuju sepenuhnya pada si Bapak hidung belang kumis tipis. Harga? Hmmm...gini ya, saya bukannya mau men-judge dan merendahkan profesi wanita penghibur atau apalah sebutannya. Cuma kenapa sih orang nggak bertanya dulu sebelum menyimpulkan kalau cewek-kaos-merah-dan-nggak-pakai-maskara-yang-dia-lihat-di-meja-seberang itu wanita penghibur om senang?

Saya berusaha bersikap netral. Tarik nafas, hembuskan, tarik nafaaaasss, hembuskan. Saya berusaha untuk nggak marah. Saya berusaha saja bersikap netral seolah-olah si om salah mengenali saya sebagai seorang dokter gigi, atau seorang pemain sinetron. Saya bilang saja dengan tenang, kalau saya bukan seperti yang dia pikir, da, kalau saya disini sedang menunggu teman-teman saya yang datang terlambat.

Tapi si om nekat. Dia bilang, daripada menunggu teman yang nggak jelas datang kapan, mending saya pergi sama dia katanya. Ihhh...apakah??? Saya masih menolak halus sambil berkemas-kemas *by the way, saya berkemas karena mau pindah ke lantai bawah dan menjauhi si om, bukan mau ikut si om*. Tapi si om semakin nekad dan mendesak, bahkan berani memegang laptop saya, untuk menghalangi saya berkemas.

Saya terpaksa bersikap kasar, "TOLONG YANG SOPAN YA, PAK!" Dan saya melupakan laptop saya, langsung turun dan mencari karyawan cafe untuk melaporkan kejadian tadi. Saya bergegas menuju meja kasir, yang jelas ada orangnya. Tapi sebelum saya bicara apa-apa, si om senang sudah turun, menaruh uang di meja kasir lalu pergi. Dan ketika melewati saya, dia membisikan makian.

Saya bengong sesaat, lalu tiba-tiba pundak saya di tepuk dari belakang. Ternyata salah seorang teman saya datang. Tapi sayangnya, nafsu hahahihi saya sudah menguap. Di tawar om hidung belang sekaligus dimaki dalam satu hari yang sama itu menguras energi, Jendral. Jadi saya cuma duduk dengan tatapan menerawang melihat teman-teman saya yang asik bergojek kere semalaman.

Saya tidak tahu, pelajaran apa yang bisa saya petik dari pengalaman saya ini. "Jangan janjian sama teman yang suka datang telat" Atau "jangan datang terlalu ontime saat janjian dengan teman yang selalu datang telat"? Yang jelas, untuk waktu yang nggak bisa ditentukan, saya nggak akan datang ke cafe itu lagi.

Nah, cerita itu yang gatal pingin saya bagi. Menarik sih, soalnya baru kali ini saya ditanyain harga saya berapa.Pengalaman semacam ini saya rasa nggak mungkin saya bagi di Blog sebelah. Kalau saya nekad, bisa-bisa mbak-mbak cantik follower blog sebelah pada kabur >'<. Jadi ada baiknya saya tetap mempertahankan blog ini untuk tempat saya menggalau buta.

**FYI, laptop dan barang-barang saya nggak ilang kok. ^^
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...