Pertanyaan-pertanyaan seperti itu biasanya muncul bila saya bercerita tentang teman laki-laki saya, kepada teman perempuan saya. Ehm...saya nggak merujuk pada satu nama khusus. Teman laki-laki saya sih banyak, sebanyak teman perempuan saya. Soalnya saya memang sudah bukan ABG 13 tahun yang nggak mau temenan sama lawan jenis :D.
Contoh skenario:
Saya : "Iya filmnya bagus. Kemarin aku nonton sama A".
Teman : "Hah? Berdua aja sama A? Mas Pacar nggak cemburu?"
atau
Saya : "Kayaknya saya minggu depan ke Bali ah, si B ngajakin niihh.. Mumpung ada temennya".
Teman : "Lhoh, pacar kamu nggak marah tuh, kamu ke Bali sama si A?"
contoh lain
Saya : "Saya besok mau njemput si C di Bandara"
Teman : "Si C mantanmu? Emangnya boleh sama pacarmu?"
Dan sebagainya.
Jujur saja sih, terkadang saya merasa aneh ditanyai seperti itu. Dan jadi bertanya-tanya sendiri:
- Apa si penanya kurang pergaulan sehingga nggak pernah jalan berdua dengan laki-laki yang statusnya teman?
- Apa pacar si penanya adalah orang yang posesif?
- Apa si penanya adalah orang yang posesif?
- Apa muka saya kelihatan seperti orang yang suka selingkuh? Deket dikit sama laki-laki langsung kepikiran selingkuh?
Maaf kalau kata-kata saya menyakiti. Mungkin ada diantara teman-teman yang membaca artikel ini yang pernah menanyakan hal semacam ini kepada saya. Tapi jujur, itulah yang terbersit di otak saya :)).
Pada suatu waktu, saya pernah nongkrong kemalaman dengan teman perempuan. Bukan hanya sekali kejadian seperti ini, tapi pernah beberapa kali. Soalnya saya kalau nongkrong memang suka lupa waktu. Dan beberapa kali juga saya dimarahi oleh pacar saya, ditelpon dan disuruh pulang. Iya, pacar saya memang nggak suka saya keluar malam sendirian, karena jalanan malam Jogja bahaya. Tapii...pacar saya malah nggak papa saya keluar malam sama laki-laki. Kenapa? Karena kalau keluarnya sama temen laki-laki, pasti saya diantar sampai ke rumah. Aman.
Pacar saya sih sepenuhnya menyadari, kalau situasinya kami berjauhan, sehingga nggak mungkin dong dia jagain saya 24 jam. Jadi kalau saya butuh pertolongan orang lain, ya nggak apa-apa. Malah mas Pacar berterimakasih pada teman saya yang sudah menolong saya atau menemani saya.
Masalah bergaul dengan laki-laki, saya rasa saya sih sudah cukup mengerti bagaimana cara bergaul dengan "teman" dan bagaimana cara bergaul dengan "pacar". Jadi nggak perlu lah pacar saya merasa perlu membatasi dan mengatur hal-hal sepele seperti itu.
"Cemburu kan tanda sayang?"
Eh...menurut saya kok enggak ya? Ini sih cuma pendapat pribadi ya, nggak perlu kok disetujui. Tapi inilah yang saya percaya. Cemburu itu bukan tanda sayang, tapi pertanda takut kehilangan. Atau kalau boleh saya malah mau membahasakan pertanda egois. Saya pikir kalau kita sayang dan kemudian memutuskan berkomitmen dengan seseorang, tentunya harus ada perasaan saling percaya. Kalau nggak ada dasar saling percaya, lalu untuk apa berkomitmen?
Ada salah seorang teman dekat saya, yang oleh pacarnya, dia nggak diperbolehkan berhubungan lagi dengan mantannya. Menilik kasusnya sih, nggak ada yang spesial dengan mantannya. Putus baik-baik. Si mantan juga sudah move on. Dan yang muncul dalam pikiran saya: Pacar baru teman saya ini berarti mengamini kalau pacarnya masih ada apa-apa sama mantannya. Lha iya kan? Kalau nggak ada apa-apa lagi kan mestinya bisa bertingkah laku sewajarnya?
Kalau saya jadi mantan pacar yang dijauhi, saya malah bakalan bangga dong. "Woh, ternyata saya masih punya "pengaruh". Buktinya sampai pacar barunya nglarang ketemu saya".
Jadi dalam pikiran saya:
Ketika seseorang marah ketika pacarnya pulang malam, karena khawatir, itu tanda sayang.
Tapi ketika seseorang marah ketika pacarnya dekat dengan teman laki-laki, itu bukan tanda sayang.
Cemburu *dalam kasus ini* berarti malah mengamini kalau pacarnya adalah tipe orang yang nggak bisa menjaga sikap dan nggak bisa bergaul.
Saya nggak munafik. Saya juga pernah cemburu kok. Tapi saya pun sadar diri kalau perasaan cemburu saya nggak ada kaitannya dengan perasaan sayang saya. Jadi saya harus meredam. Dan saya juga segera menyadari kalau pacar saya adalah pribadi yang dewasa, yang tentu mengerti hal yang baik dan yang buruk. Kalau saya memang siap berkomitmen, saya harus siap untuk percaya.
Nah, ketika saya menjelaskan soal itu kepada teman-teman wanita, banyak yang nggak ngerti. Katanya, kalau laki-laki normal malah nggak papa kalau pacarnya keluar sama perempuan, tapi keberatan kalau pacarnya keluar sama laki-laki. Wah, pacar saya nggak normal donk? :))). Ya nggak papa deh. Kalau begitu saya syukuri saja punya pacar nggak normal :D.