Translate

Monday, November 26, 2012

Hampa

Sebenarnya saya membuka laptop ini dengan niat awal untuk membuat artikel untuk di posting pada blog sebelah. Tapi dengan segera saya menyadari kalau kondisi hati saya sedang tidak bisa diajak berkompromi untuk melakukannya.

Tidak ada hal menyakitkan yang saya alami baru-baru ini. Tidak ada hal yang menyedihkan. Semuanya begitu sempurna. Jalan hidup yang sangat tertata. Mungkin bahkan ada orang yang menginginkan tempat saya pada saat ini.

Sungguh saya bukannya tidak ingin bersyukur. Saya hanya merindukan suatu masa ketika saya memiliki mereka. Ketika melakukan hal tolol bersama-sama akan dianggap lucu, dan bukannya bodoh. Masa yang pada waktu itu, dalam benak saya, saya ingin menjadi diri saya saat ini.

Diri saya saat ini adalah gambaran dari apa yang saya inginkan pada masa-masa muda silam. Tapi segalanya terasa begitu hampa....

Akankah saya menemukan bayangan diri saya dengan tawa selebar dahulu? Akankah saya berbesar hati menerima bahwa segala cita-cita saya terwujud namun saya tidak memenangkan pertaruhan?

Kamu menang. Berbahagialah.

Tuesday, November 20, 2012

Resah Mikir Hari Depan

Ini hanyalah sepercik obrolan saya dengan teman saya. Mungkin nggak menarik, tapi sungguh bikin hati saya galau. Sebenarnya yang kita obrolkan saat itu adalah mengenai korupsi, PMA, dan BP migas, yang mana saya tidak tertarik menuliskannya. Tapi kemudian menyerempet pada bagaimana cara kita menjalani kehidupan.

Terkadang ada kalanya hati kita tiba-tiba resah soal apa yang kita hadapi di hari depan nanti. Iya, nggak? Tiba-tiba cemas dan mengerutkan kening, bagaimana kehidupan saya sepuluh tahun ke depan? Berapa tabungan saya? Bisa nggak saya bersenang-senang dan mencapai kebebasan finansial? Bisa nggak saya menghidupi keluarga dan anak-anak saya?

~ sampai disini bagi yang mau berkomentar: "hidup bukan hanya soal harta" lebih baik nggak usah diteruskan bacanya saja. Iya, saya tahu persoalan hidup bukan hanya soal harta. Tapi di tulisan ini saya lagi kepengen nulis soal manusia dan harta ~

Orang tua sering bilang: "yang penting kerja yang jujur dan berbuat baik. Pasti hidup berkecukupan". Tapi lalu saya melihat-lihat di sekitar saya. Banyak lho orang yang sudah bekerja dengan baik, hidupnya lurus, dan pikirannya lurus nasibnya begitu-begitu saja. Dan banyak juga orang yang kerjanya biasa aja tapi banyak koneksi malah karirnya melesat tinggi.

Kebetulan teman saya yang saya ajak bicara-bicara ini juga salah satu karyawan industri permenyakan. Tau sendiri lah, bekerja di industri itu gajinya cukup besar. Dulu saat jaman kita pertama lulus, senang bukan kepalang lah dia keterima kerja di situ. Di usia semuda itu sudah bisa bantuin finansial keluarganya, sudah bisa beliin henpon untuk adiknya, nyicilin mobil untuk orang tuanya, dan jelas bisa bersenang-senang.

Menabung? Setahun pertama belum kepikiran. Kerja tahun pertama ya buat seneng-seneng dan nyeneng-nyenengin orang tua dulu. Nanti-nanti aja lah urusan menabungnya

Tahun kedua? Yaa...nabung dikit lah. Masih akan ada tahun-tahun selanjutnya. Toh dengan gaji sekian saya bisa memperkirakan pengeluaran saya sekian, masih cukup kok.

Begitu seterusnya.

Terlalu dibuai oleh kenyamanan finansial. Dibuai oleh kata-kata: "yang penting kerja yang jujur dan berbuat baik". Lalu kemudian disaat kita sudah kerja dengan jujur dan berbuat baik, situasi berubah di luar kehendak kita. Lalu mendadadak industri tempatnya menyandarkan diri gonjang-ganjing. Nasib karyawan terkatung-katung.

Lalu apakah "yang penting kerja yang jujur dan berbuat baik" itu masih relevan dijadikan nasehat untuk jaman sekarang ini? Kayaknya harus direvisi nih...

Kalau memperhatikan tulisan-tulisan saya sebelum-sebelumnya, saya memang kurang sepakat sama sistem karma, dimana yang berbuat baik pasti menang dan yang berbua jahat dapat ganjaran. Mungkin sistem karma itu masih berlaku di dunia persinetronan indonesia, tapi sepertinya nggak di dunia nyata.

Saya lebih sepakat orang berbuat baik karena memang dia baik. Tanpa iming-iming karma baik pun tetap saja akan berbuat baik.

Eh...dan saya rasa kok "Love What You Do" juga sudah nggak relevan sekarang. Nggak ada gunanya. Saya lebih sepakat "Do What You Love".

~ Urip sak-sakmu dewe, mbak? ~

Ya sudah lah. Celotehan kali ini memang murni celotehan galau. Nggak bisa diambil kesimpulan karena sayapun nulis sambil galau. Hanya surhat yang tak berujung. Mulai cocok lah kalau blog ini bener-bener dilabeli sebagai blog galau..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...