Translate

Monday, August 27, 2012

RIP Neil Amstrong. Dan siapapun kamu, John Lennon :')

gambar diambil dari: http://listen.beaconaudio.com & mysteryworlds.wordpress.com


Selamat jalan, Neil Amstrong.

Kata-kata itu saya ucapkan dengan sungguh-sungguh. Dan mengutip salah satu judul artikel @tempodotcom: "Ketika melihat bulan tersenyum, ingatlah wajah Neil Amstrong". 

Saya mengamati lini masa di Twitter, banyak yang mengungkapkan duka cita, ataupun sekedar mengenang sambil tersenyum mengenai Neil Amstrong. Di lini masa pula mulai sliwar-sliwer kutipan-kutipan sepatah dua patah yang pernah diucapkan Neil Amstrong, yang tadinya saya nggak tahu.

Tapi di antara ucapan mengenang dan menduka tersebut, banyak pula yang menjadikan peristiwa ini sebagai ajang untuk mendebatkan sesuatu yang menurut saya nggak pantas untuk diperdebatkan pada masa berkabung. Nggak sopan, menurut saya :). Tapi ya namanya manusia. Selalulah ada keinginan untuk mengungkapkan pendapatnya, dan selalu mencari moment untuk berbicara #ngaca.

Hal yang diperdebatkan adalah: "Apakah benar Neil Amstrong menjejakan kaki ke bulan?"

Lalu segala teori dan spekulasi bertebaran di lini masa.
  1. "Enggak kok, cuma rekayasa. Buktinya fotonya keliatan banget ada yang janggal. Potosop gitu loh".
  2. "Ya beneran lah. Kalau enggak kenapa Uni Soviet nggak segera mengungkapkan fakta itu? Secara kan pendaratan di bulan itu ada nuansa politisnya pengen nyaingin bla bla bla..."
  3. "Lha kalau beneran, kenapa cuma taun itu tok trus habis itu mandek. Taun-taun selanjutnya nggak ada pendaratan ke Bulan lagi?"
  4. "Emang ada manfaatnya kalau ke Bulan lagi? Mahal, beroooo. Mbahmu mau mbayarin?"
Dan lain-lain. Dan lain-lain

Intinya, debat kusir. Perdebatan yang tak kunjung padam. Bahasa twitternya: #rawisuwis.


Beberapa waktu yang lalu, sebuah akun twitter yang punya ratusan ribu follower, menulis di blognya mengenai John Lennon. FYI, blognya berisi copas-copas info-info menarik dan berfolower puluhan ribu. Biasanya, bila ada ulasan mengenai John Lennon berkisar mengenai karya-karyanya yang ajib. Sayapun menggemarinya. Salah satu karyanya adalah lagu kesayangan saya. Imagine there's no countries. It isn't hard to do. Nothing to kill or die for. And no religion too. Imagine all the people living life in peace.

Kata-katanya sederhana. Bukan yang puitis dan berat. Tapi mengena :')

Tapi blog tersebut nggak membahas mengenai karya-karyanya, melainkan sisi lain dirinya. Mengenai keluarganya yang berantakan, kecenderungannya melakukan kekerasan, pengabaian terhadap anak, kecanduan narkoba, arogansi, kelabilan, dan lain-lain. Si penulis menyebut John Lennon Munafik. Menuliskan tentang perdamaian, sementara hidupnya sendiri dikelilingi kekerasan. Menuliskan kemiskinan dari salah satu kamar mewah di hotel berbintang lima di New York.


Saya membaca sampai habis artikel itu. Dan tidak merasa kecewa telah mengidolakan karyanya. Tapi kemudian saya berpikir, berapa orang yang akan kecewa dan patah hati karena artikel tersebut?



Neil Amstrong dan John Lennon mempunyai kasus yang sama. Mereka berdua adalah idola. Dan saat ini, sedang dipertanyakan ke-idol-annya? Mereka idol yang sesungguhnya, ataukah hanya tipuan yang sengaja dicitrakan?

Bagi saya, nggak akan menghasilkan apapun ketika mempertanyakan hal itu sekarang.

Oke, katakan Neil Amstrong hanya pura-pura mengunjungi Bulan, lalu melakukan pembohongan publik besar-besaran. Tapi entah benar atau tidak, berita bahwa ada manusia bumi yang pernah mengunjungi bulan memberikan udara segar bagi kita yang di bumi. Otak manusia mulai tergelitik. Banyak ilmuwan tertantang. Banyak pelajar menggiat demi cita. Mereka punya harapan karena ternyata hal yang dikata mustahil bisa dilakukan.

Dan katakan John Lennon adalah seorang milyader, yang nggak mengenal kehidupan miskin secara fisik. Tapi berapa banyak sih, orang yang mampu menggerakkan nurani orang lain melalui sebuah lagu, atau sebuah karya apapun?

Menurut saya, manusia ada porsinya masing-masing dalam kemanusiaan. Ada yang berperan sebagai penggerak, dan ada eksekutor. Semuanya memiliki peranan penting. Nggak semua orang mampu melakukan tindakan nyata seperti menjadi relawan. Dan nggak semua orang juga mampu membuat karya yang bisa membuka hati banyak orang.

Semua punya peran. Yang bisa kita lakukan hanya menjalankan tugas sesuai talenta.

Jadi, Selamat jalan, Neil Amstrong. Terimakasih telah memberi kami harapan. Dan siapapun kamu, John Lennon. Kamu tetap menyentuh jiwa :').

Sunday, August 12, 2012

Lagi



Ke-#selo-an saya pada suatu malam minggu membuat saya terdampar di kos Lady pada suatu siang. Segera setelah creambath dan potong rambut (Lady) dan Nasi putih + ayam goreng dan Indomie Goreng (saya), kami berangkat ke Malioboro. Dalam perjalanan kesana, kuku saya patah. Dan saya mulai merasa bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak beres. Berdasarkan pengalaman saya yang lalu.

 

Dan benarlah apa yang saya rasa...

Di depan hotel Ina Garuda, ban motor Lady bocor. Kami terpaksa turun dari motor. Sementara tukang tambal ban masih jauh, si dekat hotel Ibis samping malioboro Mall. Maka saya berlari-lari kecil mengikuti Lady yang mendorong sambil mengegas motor.

Ternyata ban dalam dan ban luar motor harus diganti. Oke lah kalau begitu. Lebih dari dua ratus ribu rupiah harus melayang dari dompet Lady.

Sebenarnya tidak terlalu terasa kesialan kami yang pertama, karena seraya menunggu ban motor di tambal, kami berjalan-jalan ke Malioboro Mall. Membeli ini dan itu, tertahan di toko buku. Dan ketika kami menghampiri tukang tambal ban, motor sudah beres.

"Terimakasih, Pak!" Dan berlalulah kami, menuju pasar Bringharjo.

Sebentar masuk ke Ramai Mall, sebentar menyusuri emperan jalan Malioboro yang penuh pedagang kaki lima beserta benda-benda uniknya, tapi tak sempat masuk ke Mirota Batik, karena waktu terus merambat, dan jam Buka puasa semakin mendekat.

Maka kami melanjutkan perjalanan menuju Nasi Goreng Sapi depan Gereja Kota Baru. Selesai makan, kami berencana mengambil alat makeup di rumah saya. Dan lagi....

Ban Motor Lady bocor untuk yang kedua kalinya.

Kali ini terasa awan sial seakan menggelantung menaungi perjalanan kami. Dengan lokasi tukang tambal ban yang semakin jauh saja, dan daging di bawah kuku jempol saya yang semakin nyeri. Berbagai pikiran berganti-ganti memenuhi kepala saya. Tukang tambal ban di depan hotel Ibis yang nakal, atau kami yang sial? Dan ada apa dengan saya?

Rasanya orang yang berjalan dengan saya selalu harus berkali-kali sial, mengiringi patahnya kuku saya satu per satu. Kalau memang seperti itu kejadiannya, berarti yang pertama harus saya lakukan adalah membeli Lotion penguat kuku dan menyisihkan uang untuk manicure ke salon langganan. Manicure. Ha. Tak terbayang saya akan melakukan manicure. Tapi demi keselamatan jiwa orang-orang di sekitar saya, saya harus melakukannya.

Dan satu kata-kata yang terngiang di telinga saya bahkan sampai kini: "kalau tau akan sial, mending hentikan dan jangan keluar," dari tukang tambal ban kedua.

Entah ya, saya tidak punya opini mengenai kejadian hari itu. Kecuali bahwa saya memang harus manicure dan membeli lotion penguat kuku.

Friday, August 10, 2012

Mengikhlaskan

gambar diambil dari: luckty.wordpress.com


Mungkin aku terlalu teledor sehingga pantas dihukum.

Namun sisi romantisku tak bisa kucegah untuk berkelana...

Bahwa dia ditemukan oleh seorang mahasiswa cerdas berbeasiswa dari keluarga tak berpunya. Yang kemudian menggunakannya untuk menyimpan memori-memori karya tulisnya, yang malam-demi malam selepas kerja berusaha diselesaikan di rental komputer, dan dipegangnya hingga lulus nanti.

Atau ditemukan oleh seorang bapak tak berpunya yang merintih hatinya, karena anaknya yang mahasiswa cerdas berbeasiswa berkali-kali mengatakan bahwa dia membutuhkan sesuatu untuk menyimpan segala ilmu yang harus diperlihatkan kepada dosen pengujinya. Jangan dijual ya, Pak. Tidak akan laku, saya jamin itu. Berikan kepada anakmu. Kelak dia akan menjadi orang besar dan menghidupimu di lelah tuamu.

Siapapun kamu, aku percaya kamu lebih membutuhkannya. Kalau tidak, nasib tidak akan mengirimkannya padamu.

Jaga flashdisku baik-baik...

NB: hapus saja laporan keuangan setengah jadi, foto-foto narsis, dan film-film tidak bermutu di dalamnya. Skripsimu akan lebih indah terletak disana.

Ketika Nasib Mengajak Bercanda, maka Aku Memilih untuk Tertawa


Aku mengawali hari dengan mematahkan kuku telunjuk kiri. Sakit. Karena kukunya patah terlalu kebawah. Aku cuma memberi betadine sekenanya lalu berangkat kerja. Siangnya, saat berjalan di dalam ruangan kantor, mendadak kakiku terantuk. Kuku jempol kakiku sedikit melesak kedalam. Sakit bukan main. Aku meneruskan pekerjaan sambil meringis-ringis. Setelah jempol kaki mereda, kuku jempol kanan berganti membuat ulah, patah dan berdarah. Baiklah, baiklah. Aku akan segera membeli lotion penguat kuku, Ku *ngomong sama kuku*.

Dan Flashdisk-ku hilang...

Kebetulan hari itu aku berkerja sampai jam 6. Dan Tintaz mengajak kencan di Mirota Kampus. Setelah belanja, kami sepakat akan menutup hari itu dengan dinner cantik di Nasi Goreng Babi deket Papilon.


"Ketemu di TKP, ya!" Kataku di parkiran motor.


Maka kupacu motor kearah Nasi Goreng Babi deket Papilon. Sampai disana aromanya sungguh menggoda. Tapi Tintaz belum juga sampai TKP. Maka ku ambil HP, maksud hati ingin menghubungi Tintaz. Ternyata Tintaz telah duluan mengirim pesan.

"Masih di Mirota, ses. kunci motorku hilang..."


Lalu motor ku ambil kubelah jogja, ke arah Mirota. Disana Tintaz masih cemas mencari-cari kunci. Aku mengusulkan untuk menelusur lagi kedalam. ~ sejujurnya aku tahu kalau ditelusur kedalam pun nggak akan ketemu. Cuma menurut pengalaman, di situasi panik begitu, akan lebih baik bila bergerak dan mengerjakan sesuatu ~. Lalu kami menelusur kedalam, lapor satpam, ke lantai 2, lapor ke bagian informasi, segala hal kami lakukan. Tapi kunci tak kunjung ditemukan.


Kami keluar lagi, dan kembali menanyai tukang-tukang parkir. "Nggak tahu," kata mereka sambil lalu. Ketika aku duduk dlosor di bawah tanaman dekat parkiran itu, ada seorang tukang parkir yang sepertinya iba dengan kami, dan berkata, "kalau kami menemukan kunci, pasti bilang kok, mbak".


Aku dan Tintaz cuma mengangguk-angguk linglung.


Setelah lama dalam kondisi bingung dan bengong di parkiran seperti artis ibukota tersesat di desa, tiba-tiba salah seorang tukan parkir mengambil kunci, dan menyerahkan kepada kami. Kata Tintaz, tukang parkirnya lupa dan kurang koordinasi. Tapi sampai sekarang yang masih terpikir dibenak adalah kami dikerjain. Baiklah, memang Tintaz sedang berperan sebagai mbak-mbak optimis dan baik hati, sementara aku kebagian peran jadi mbak-mbak antagonis saat itu.


"Ketemu di TKP, ya!"

Kembali kuulang kata yang sama, dan memacu motor ke warung Nasi Goreng Babi idola idaman kita.


Persis ketika meletakkan motor di tempat parkir. HP berbunyi, dan muncul lagi sebuah pesan:


"Aku ditabrak orang di Raminten, ses".


Terserah mau bilang aku jahat atau apa, tapi aku benar-benar geli saat itu. Sambil tertawa-tawa sendiri,kuambil motor lagi. "Nggak jadi lagi, mbak?" Tukang Parkir usil bertanya, aku masih tertawa.


Di depan Raminten, aku melihat kerumunan orang, dengan Tintaz diantaranya, dengan kaki luka-luka, maskara belepetan bekas menangis, dan tampang judes ala Soraya Montenegro ~ tau Soraya montenegro? Dia tokoh antagonis di Telenovela "Maria Cinta yang Hilang". Soraya Montenegro inilah yang membentuk standarku akan tokoh antagonis, sehingga aku nggak pernah terkesan lagi dengan tokoh antagonis ala sinetron Indonesia ~.


Aku dekati tempat kejadian itu. Semua orang yang berada disana sedang berebut bicara, kecuali: Tintaz dan sang penabrak. Entah ya, aku benar-benar malah merasa kalau mereka yang disana memperkeruh suasana. Padahal antara Tintaz dan si penabrak sudah tercapai kesepakatan memaafkan-dimaafkan dan ganti rugi, tetapi orang-orang di tempat kejadian malah sok-sokan. Semua berebut caper. Mungkin maksudnya baik, tapi serius, menjengkelkan! Dan membuat masalah yang sebenernya simpel jadi rumit.


 Kaki kanan Tintaz yang sudah diperban. 
Itu hanya bagian yang telihat. Masih banyak memar yang tertutup pakaian.



Bahkan seorang bapak *yang kemungkinan penduduk situ* tak dikenal mendadak datang, berbicara dengan suara tinggi memarahi kami, yang intinya: "Ya nggak bisa kalau mbak'e minta semua orang dijalan harus hati-hati?!! Namanya musibah kok nyalah-nyalahke! Mbak'e maunya apa tho??!!!!" Dan itu terus diulang-ulang sampai menyulut emosi kami yang berada di sana. Karena kami hanya diam dan mencuekinya, si bapak provokator semakin marah, mengeraskan lagi suaranya, sambil menunjuk-nunjuk penuh emosi, "MBAK'E ORANG MANA TO?!! RUMAHE MANA?!! TAK LAPORIN SAJA KE POLISI!!!!"


Heloooooo.... Kami ini yang di tabrak, Pak! Kalau situ lapor polisi, kami malah kasian sama mas-mas yang menabrak, yang sedang bapak sok bela-bela dari tadi. Malah habis uang banyak dia karena harus bayar polisi. Pada tau kan tingkah polisi jaman sekarang kaya apa?


Yah...mungkin memang sinetron Indonesia itu kurang seru dan masih kurang di dramatisir. Jadi masyarakat masih perlu mencari hiburan drama dengan menjadi provokator di setiap kesempatan yang ada. Cc: Raam Punjabi.


Singkat cerita, aku meminta teman menjemput untuk membawakan motor Tintaz dan mengantarnya sampai ke rumah. Tapi sungguh, semua kejadian ini membuatku tertawa terbahak-bahak. Angin nasib nggak mengijinkan kami untuk makan nasi goreng babi. Jadi aku memilih mengikuti saja. Karena kulihat nasib begitu gigihnya. Jadi aku berpikir mungkin memang ada sesuatu yang nggak boleh di langgar pada saat itu.

Dan aku masih tertawa, tersenyum-senyum mengingat kejadian hari itu, seperti orang jatuh cinta. Bukannya senang karena Tintaz luka-luka dan nggak bisa luluran. Tetapi hanya menertawakan keseriusan nasib kali ini dalam menghalangi jalan kami menuju tempat yang ingin kami capai. Mungkin nasib sedang melindungi kami dari sesuatu. Atau mungkin hanya cemburu karena kami akan melewatkan malam yang seru :))))).

Apapun itu, aku memilih untuk tertawa. Tertawa atas kuku, flasdisk, luka-luka, perut lapar, dan persahabatan pada hari itu. Dan menyimpan tangis untuk mereka yang tidak mendapatkan rejeki pada hari ini. Semoga mereka dikenyangkan, seperti kami, yang walau dengan jalan berliku, akhirnya dikenyangkan juga.


Tintaz dan teman saya yang menolongnya.
Sungguh, Ses. Bukan kepada aku kamu berhutang ucapan. Karena aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan ketika terjebak dalam situasi itu. Tapi kepadanya, yang secara sadar menceburkan diri ketika ribuan alasan untuk lari tersedia :)))))


FYI, kami memilih mencari makanan lain, yang kami lewati dalam perjalanan pulang....


NB: Dengan segala hormat, saya tidak suka membawa-bawa nama Tuhan dalam situasi sepele seperti ini. Saya sudah menerima banyak reaksi, "makanya banyakin doa dan amal," yang hanya saya balas dengan, "amalku bukan urusanmu!" Jadi bagi yang akan berkomentar dengan membawa nama Tuhan, amal, doa, dan segala atribut religius lainnya, saya tidak akan meladeni. Karena hubungan saya dengan Tuhan bukan urusan orang lain. Hubungan saya dengan Tuhan terlalu romantis untuk kalian campuri.

NB lagi: Saya menulis "nasib" dengan "n" kecil.

Wednesday, August 8, 2012

Sapaan kepada "Seakan Perindu"

sumber: http://smashinghub.com/breathtaking-nature-photos-that-refresh-your-mind.htm


Awal kisah rindu tentangmu adalah ketika kamu berkemas dengan tergesa, seakan hidupmu tinggal sehari. "Aku ingin melihat dunia," katamu. Tidakkah cukup dengan melihatku? Katamu aku yang terindah bila dibandingkan segala bunga dan gunung, bahkan semesta.

"Aku ingin membuktikan ucapanku sendiri, bahwa kamulah yang terindah. Aku akan menyelam ke danau Malawi hanya untuk mengingat rasanya tenggelam dimatamu. Dan menyusuri sungai Yangtse hanya untuk merindumu. Dan akan kuceritakan keindahanmu, sehingga Gunung Meru pun cemburu kepadamu."

Mataku mengiringimu, pergi merinduku.
"Rindukan aku.. Rindukan aku.." Bisikku.

Beginilah rasanya dirindu. Tersenyum dan menggigil menantimu. Bisikan untuk merinduku masih setia kutiupkan kepada angin. Katamu kau yang merinduku. Tapi aku yang menggigil pilu. Sampai pada suatu waktu datang ketukan di emailku: "Memang, kamu lebih indah dari Kilimanjaro".

Bila aku memang lebih indah dari segala hal, pulanglah...

Saat itu seakan angin menerpaku. Mengembalikan bisikan, "Rindukan aku.. Rindukan aku.." Tapi hanya suaraku yang terdengar. Bukan balasan darimu. Hanya pesan yang tak sampai. Dan kembali kepada asal. Dan kesadaran perlahan bergulir.

Kita ini sama dalam banyak hal. Aku menginginkan dirindu. Kamu menginginkan 'seakan merindu'. Kamu tidak merinduku. Kamu hanya menyukai cerita tentang merinduku. Aku mencintaimu, dan kamu mencintaimu juga. Kamu mencintai dirimu yang seakan merinduku. Selamanya aku akan bersaing dengan dirimu. Untuk merebutmu.


Email tentang Kilimanjaro mungkin sudah berdebu, tertimbun beragam kejadian dan keadaan. Tapi dimalam ketika bulan seakan hanya sejengkalan, mendadak aku mengingatmu, sang Perindu.

Lalu kuberanikan menyapamu

Hai...
Bagaimana kabarmu?
Kabarku baik, tapi pasti kamu tidak terpikir bahkan untuk sekedar memikirkanku.
Tapi tak mengapa. Tetap kusapa kamu,
"hai.."
Tetap kuberitahu bahwa kabarku baik, aku bahagia dalam segala hal yang tidak terkamu...
{send}

Thursday, August 2, 2012

Pria Manipulatif

gambar diambil dari: http://butterfliescollections.blogspot.com
Lagi-lagi saya menemui jenis pria seperti ini.

Seperti apakah pria manipulatif itu? Akan saya ceritakan sekilas

...

Di suatu kantor, ada mbak-mbak yang oke punya. Secara akademis dan kemampuan kerja dia oke punya lah. Dia senior saya, baik secara kedudukan di kantor maupun secara usia. Seniooorrr banget. Terpaut 5 tahun dari saya, tapi dia belum menikah. Kita sebut saja mbak Monik bukan nama sebenarnya.

Bukannya mau mengejek atau merendahkan, tetapi saya harus bilang disini bahwa, walau secara pekerjaan dia oke punya, tapi secara fisik dia kurang oke punya. Oke, saya setuju bahwa setiap wanita selalu punya sisi oke dalam dirinya. Dan setiap wanita cantik dengan caranya masing-masing. Tapi untuk keperluan cerita ini, saya pun harus jujur kalau secara fisik, penampilan, dan bahasa tubuh, mbak Monik bukan tipe yang akan menarik bagi lawan jenis kebanyakan.

Tapi ya itu tadi, mbak Monik oke banget di pekerjaan. Omset pribadinya gila-gilaan. Mungkin ada kali kalau lima kali diatas gaji staff normal karyawan Jogja. Dan dia otomatis jadi aset penting di perusahaan tempat kami bekerja.

Dan sebutlah mas Andi bukan nama sebenarnya, salah satu karyawan di tempat kami berkerja juga. Dia sih rata-rata aja kalau dari sisi pekerjaan. Rata-rata banget deh, nggak menonjol. Yang bikin dia menonjol adalah penampilannya yang dandy, klimis, nyrempet-nyrempet gantheng, bercambang tipis, dan ngaku-ngaku single. Paling nggak, menonjol diantara para karyawati deh.

Belakangan ini prestasi mas Andi terdongkrak naik lumayan heboh...

Dan bersamaan dengan itu, saya melihat suatu gelagat aneh.

Mbak Monik jadi sering sekali mendekat ke mas Andi, dan sesering itu pula di tepis atau dijauhi. Dan mulai beredar gosip bahwa mbak Monik mengejar-ngejar cinta mas Andi. Yang mana gosip itu sebenarnya di panaskan sendiri oleh mas Andi. Mas Andi sering obral cerita, sok curhat lah istilah kerennya, bahwa mbak Monik bikin dia risih.

Orang sekantor jadi kasian sama mas Andi, dan sebel sama mbak Monik. Tapi dari awal saya mencium bau-bau tidak sedap nih. Dan jujur dari awal pun saya sudah agak alergi sama mas-mas semacam mas Andi yang sok gantheng dan tebar pesona kemana-mana.

Dan cerita punya cerita, bangkai mau dibungkus rapet juga lama-lama kecium baunya.

Suatu hari, mungkin karena tidak tahan lagi memendam perasaan sesak, mbak Monik nangis gero-gero di kantor. Kaya histeris gitu. Dia luapkan semuanya...

Jadi mas Andi memang mendekati dan nembak mbak Monik di luar kantor. Mbak Monik dirayu, di janji-janji manis, di belai, di anu-anu lah pokmen duiluar sana. Tapi mbak Monik nggak boleh bilang ke orang kantor, dengan alasan: banyak yang naksir mas Andi, mas Andi takut mbak Monik diapa-apain sama ceweq-ceweq yang naksir mas Andi. Karena cinta, mbak Monik setuju. Karena cinta juga, mas Andi minta laptop baru mbak Monik belikan. Bahkan karena cinta, sebagian besar pekerjaan mas Andi dikerjakan oleh mbak Monik.

Kami semua berkomentar: "Mbak, sampeyan itu dimanfaatno. Kok mau? Sudah, sudah, lanangan kaya gitu ndak usah di deketin lagi".

Saat itu mbak Monik iya iya aja.

Tapi besoknya, ya kembali lagi seperti pada awal mula. Mbak Monik seolah-olah naksir berat mas Andi, dan mas Andi seolah-olah menghindari. Ada yang berbaikhati memperingatkan mbak Monik, tapi malah dituduh mau merebut mas Andi dari mbak Monik.

Kalau kami menduga, di belakang layar, mbak Monik sudah dielus-elus lagi sama mas Andi. Di beri alasan-alasan kenapa mas Andi harus jaga jarak, di janji-janji manis mau dinikahin.

Ceritanya dimanfaatkan

.....

Kenapa saya bisa tahu dari awal pola tersebut? Soalnya saya pernah terjebak pada pola yang sama. Dulu waktu saya masih muda. Masih kinyis-kinyis belum mudeng apa-apa. Nggak persis seperti itu, tapi polanya mirip. Dan puji Tuhan saya masih diberi akal sehat dan hati nurani, sehingga nggak terlalu lama terjebak. Nggak terlalu lama untuk menjadikan saya trauma, tetapi cukuplah untuk saya jadikan pelajaran hidup.

Semoga para reader yang terjebak dengan pria/wanita manipulatif bisa segera tersadar dan kemudian move-on. Sehingga semua spesies manipulatif di muka bumi ini punah.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...