Translate

Friday, May 31, 2013

Kebanyakan Orang Menyebutnya "Insting", Saya Menyebutnya "Pikiran Buruk"

Pernahkan merasa nggak suka sama seseorang, padahal orang tersebut nggak bikin masalah apapun sama kita? Padahal orang tersebut juga nggak melakukan sesuatu yang membuat kita ilang feeling. Cuma ada perasaan nggak suka terbersit dihati, terhadap orang yang bersangkutan.

Saya pernah. Dan saya menyebut itu "pikiran buruk".

Sebelumnya saya akan bercerita mengenai sahabat dekat saya, sebut saja namanya Ve. Dia ini teman SMU saya. Tapi semasa SMU, *saya pikir* kami nggak pernah bersinggungan. Yah, beda geng kali ya istilahnya. Beda lingkungan pergaulan, beda lingkaran.

Tapi kemudian kami ketemu lagi saat kuliah. Nggak, kami nggak satu fakultas. Tapi satu universitas. Kami seakan-akan kenalan lagi pada saat ospek. Tapi ya nggak dekat-dekat amat, cuma saat itulah kami mulai sering bersinggungan.

Lambat laun seiring berjalannya waktu, kami mulai dekat. Mungkin karena merasa sama-sama anak rantau dari kota yang sama, sama-sama ngekos, sama-sama belum banyak teman, dan sama-sama punya uang saku cekak *hahaa!* akhirnya kami dekat. Lumayan sering ketemu dan curhat-curhatan. Bahkan dia suka nginep di kos saya.

Sampai pada suatu ketika, dia cerita kalau semasa SMU dan kuliah awal-awal, dia nggak suka sama saya. Nggak suka banget! Saya tanya, kenapa? Apa saya berbuat salah? Dia bilang enggak. Hanya entah kenapa dia nggak suka, padahal ya nggak pernah ada urusan dan nggak pernah bersinggungan, tapi rasanya benci sekali kalau lihat saya. Mungkin karena belum kenal, katanya.

Nah, justru itulah, belum kenal kok sudah memutuskan nggak suka? Saya tanya lagi, apakah dulu sikap saya sangat menyebalkan? Dia berpikir, kemudian menjawab: ya nggak juga sih.

Intinya, perasaan nggak sukanya benar-benar nggak berdasar, tapi kuat! Dan dia bilang, dia bersikap buruk sama saya saat SMU dan awal kuliah karena dia nggak suka. Hmm...mengenai itu saya nggak ingat, apa sikap buruknya terhadap saya. Rasanya sih nggak ada. Hehe.. Saya memang nggak peka sih dari dulu.

Bagaimana hubungan kami sekarang? Wah...kami baik-baik saja. Malah saya rasa kami semakin dekat. Dia termasuk salah satu orang dalam lingkaran terdekat saya. Hanya saja sekarang kami memang beda kota dan dia sudah berkeluarga. Jadi kami jarang banget ketemuan lagi. Tapi tetep kalau ketemu atau berhubungan entah via BBM, chat atau apapun, rasanya masih seperti dulu, nggak ada jarak ataupun canggung.

Itu dan masih banyak hal lain tentang "pikiran buruk", membuat saya berpikir, jangan menuruti pikiran buruk. Saya pun punya lah seseorang yang nggak saya suka meskipun saya nggak begitu kenal dengannya. Tapi saya berusaha melawannya. Saya berusaha untuk bersikap baik, selama perasaan saya belum terbukti. Biasanya, saya hanya akan menjauhi orang-orang yang sudah terbukti bersikap buruk atau membuat masalah sama saya. Jadi bukan cuma karena perasaan saya kemudian bersikap menjauh dari seseorang, seberapa kuatnyapun perasaan itu.

Beberapa orang menyebut pikiran buruk sebagai insting. Tapi saya kok nggak percaya ya? Saya lebih percaya kalau itu pikiran buruk. Dan menyebut sebagai insting itu cuma usaha untuk membela diri sendiri dari dipersalahkan karena membenci seseorang tanpa sebab yang jelas. Kalau toh ternyata "pikiran buruk" nya benar-benar menjadi buruk, ya saya pikir hanya kebetulan. Nggak semua orang yang jahat sama kita berawal dari pikiran buruk kok. Ada juga lho teman baik yang bahkan saya nggak berpikiran buruk, pada akhirnya malah membuat masalah dan harus saya jauhi.

Dan saya nggak mau seseorang yang nggak punya salah apa-apa sama saya harus tersinggung atau tersakiti oleh sikap buruk saya, hanya karena "pikiran buruk" saya yang tak berdasar tentangnya.

Eh iya...saya menulis ini, dalam konteks pertemanan ya. Kalau kalian ketemu orang dijalanan sepi, atau lagi di angkot dan ketemu orang yang ngeliatin toket atau dompet kalian, dan kemudian kalian berpikiran buruk, nah, itu saya sebut INSTING! Kalau yang itu, kalian harus berhati-hati dan siap membela diri!

Wednesday, May 1, 2013

Marah

Dalam satu hari ini, saya sudah menulis tiga draft. Di blog ini, dan juga di blog sebelah. Tapi sepertinya kondisi saya tidak memungkinkan saya untuk membuat tulisan yang enak dibaca. Saya sedang marah saat ini. Dan tulisan saya, bahkan tulisan tentang makeup pun bernada kemarahan.

Tadi sempat satu tulisan saya di blog ini, saya publish. Tapi baru beberapa menit saya tersadar, bukan hal yang bijak menayangkan tulisan seperti itu. Karena yang sering terjadi, saya marah pada seseorang, saya menuliskan sesuatu bernada kemarahan, dan kemudian yang malah tertusuk oleh tulisan saya adalah orang lain yang sebenernya bukan target kemarahan saya. Mending kalau orangnya cuma satu. Terkadang dua, tiga, lima.

Jadi tulisan yang sempat tayang tersebut saya hapus.

Tapi kali ini, biarlah tertayang. Dan kemudian saya lega dan bisa melanjutkan menulis sesuatu yang enak dibaca. Kalaupun ada yang tertusuk, berapa orang sekalipun, berarti memang orang-orang tersebut pernah berbuat hal ini kepada saya.

Tahukah hal yang membuat kemarahan saya memuncak pada saat ini?

.....adalah karena sesuatu yang saya perbuat, dan diperbuat juga oleh banyak orang lainnya. Tapi hanya saya yang harus menanggung akibatnya secara berkepanjangan.

Yang membuat saya marah kali ini menjadikan saya bertanya-tanya kepada diri saya sendiri. Apa saya terlihat begitu lemahnya, ya? Sampai orang-orang memperlakukan saya seperti samsak tinju? Sebagai pelampiasan kemarahan? Mungkin memang saya terlihat terlalu lemah, jadi gampang saja orang memposisikan saya sebagai tumbal.

Ketika tersakiti oleh suatu hal, seseorang merasa harus melampiaskan kemarahan pada orang lain. Dan ketika ternyata penyebabnya adalah banyak orang, maka dipilihlah satu orang yang paling lemah untuk dimaki. Dan itu saya. Sayalah si lemah.

Nggak peduli sebaik apapun sikap saya, nggak peduli apapun hal baik yang dulu pernah saya lakukan kepadanya, ketika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, beberapa orang hanya berpikir untuk menjadikan saya pelampiasan kemarahan. 

Tapi saya sedang capek jadi si lemah akhir-akhir ini. Jadi saya memilih membuang orang seperti itu, orang-orang yang menjadikan saya tumbal. Saya memilih untuk tidak mau diperlakukan seperti itu. Saya memilih menjaga jarak, sebatas menjaga hubungan saja, dan sebisa mungkin menghindari bersinggungan secara pribadi dan emosional terhadap orang-orang seperti itu.

Jadi, kamu bukan lagi bagian dari hidup saya. Jangan pernah lagi meminta tolong kepada saya, atau mengharap apapun dari saya selain kata "hai" ketika kita tidak sengaja berpapasan. Dan akan lebih baik kamu menghindari bersinggungan dengan saya juga.

Oh iya, saya nggak pernah mengenal kata sementara untuk hal-hal semacam ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...