Translate

Wednesday, December 11, 2013

Pelampiasan

Blog saya yang ini bener-bener kayak diary. Bukan karena saya menuliskan apa-apa yang saya alami atau rasakan sebenarnya, tapi karena isi hati saya tercermin melalui cara menulis dan gaya bahasa yang saya pakai.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, saya nggak benar-benar menuangkan pemikiran saya di sini. Ya, saya memang meluapkan rasa sayang, sedih, senang, bahkan marah di sini. Semua terlihat melalui bahasa yang saya gunakan. Tapi saya nggak benar-benar menuliskan apa yang membuat saya marah, sedih, senang, dan sebagainya.

Misalnya, pada situasi normal, saya nggak akan marah atau membalas perkataan komen kejam di blog saya. Jujur saja, dari awal saya bikin blog-pun sudah ada lho komen kejam-komen kejam. Jadi saya sudah semacam "terbiasa" mendengar komen kejam. Pun di kehidupan nyata saya juga membiasakan diri untuk mendengar tidak hanya yang baik tentang diri saya.

Cuma memang masalah ketepatan waktu saja. Komen kejam yang saya komentari tersebut muncul pada saat saya berada pada situasi yang sulit. Permasalahan pribadi yang sebenarnya nggak berhubungan dengan dia atau mereka yang berkomentar kejam di blog ini. Sementara komen kejam yang lainnya muncul pada saat hati saya tidak rusuh, sehingga saya bisa menyikapi dengan kepala dingin dan bahkan tawa.

Beberapa kali saya meluapkan kemarahan-kemarahan. Marah-marah sama kejadian Mei 98, marah-marah sama seorang teman yang jahat kepada saya, marah-marah sama follower blog, marah-marah sama orang yang iyik ngomentarin bahasanya Vicky, tapi benarkah saya marah karena hal-hal tersebut?

Saya rasa, saya adalah tipe orang yang butuh pelampiasan. Saya membayangkan kalau saya tidak bisa menulis seperti ini. Kemarahan dan kesedihan saya bisa saja tersalurkan ke hal lain yang lebih merugikan.

Teman-teman, pernah nggak sih merasa marah akan suatu hal tapi nggak bisa mengungkapkan? Dan pada akhirnya hal lainlah yang kemudian menjadi pelampiasan?
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...